Halaman

Assalamu'alaikum, have barokah day ;)

Senin, 27 Desember 2010

Tokoh Pendidikan : KH. Ahmad Dahlan

PENDAHULUAN

Pada awal abad ke-20, dunia pendidikan islam masih ditandai oleh adanya sistem pendidikan yang dikotomis antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. Di satu segi terdapat madrasah yang mengajarkan pengetahuan umum, dan di satu sisi terdapat lembaga pendidikan umum yang tidak mengajarkan agama. Pendidikan Islam juga tidak memiliki visi, misi dan tujuan yang jelas, terutama jika dihubungkan dengan perkembangan masyarakat umat Islam berada dalam kemunduran yang diakibatkan oleh pendidikannya yang tradisional.
KH. Ahmad Dahlan adalah tokoh pembaharu pendidikan Islam dari Jawa yang berupaya menjawab permasalahan umat tersebut. Dialah tokoh yang berusaha memasukkan pendidikan umum ke dalam kurikulum madrasah, dan memasukkan pendidikan agama ke dalam lembaga pendidikan umum. Melalui pendidikan, KH. Ahmad Dahlan menginginkan agar umat dan bangsa Indonesia memiliki jiwa kebangsaan dan kecintaan kepada tanah air. Dialah tokoh yang telah berhasil mengembangkan dan menyebarluaskan gagasan pendidikan modern ke seluruh pelosok tanah air melalui organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, dan hingga kini makin menunjukkan eksistensi secara fungsional.

KH. AHMAD DAHLAN

A. Riwayat Hidup
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M, dengan nama kecilnya Muhammad darwis, putra dari KH. Abubakar bin Kyai Sulaiman, khatib di mesjid besar (jami’) Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim, seorang penghulu. Melihat garis keturunannya, maka ia adalah anak orang yang berada dan berkedudukan baik dalam masyarakat.
Ahmad Dahlan mempunyai saudara sebanyak tujuh orang, yaitu Nyai Ketib Harum, Nyai Mukhsin atau Nyai Nur, Nyai Haji Saleh, Ahmad Dahlan, Nyai Abdurrahim, Nyai Muhammad Pakin dan Basir.
KH. Ahmad Dahlan pernah kawin dengan Nyai Abdullah, janda dari H. Abdullah. Pernah juga kawin dengan Nyai Rumu (bibi Prof. A.Kahar Muzakir) adik ajengan Penghulu Cianjur, dan konon ia juga pernah kawin dengan Nyai Solekhah putri Kanjeng Penghulu M. Syari’I adiknya Kiai Yasin Paku Alam Yogya. Dan terakhir kawin dengan ibu walidah binti Kiai penghulu Haji Fadhil (terkenal dengan Nyai Ahmad Dahlan) yang mendampinginya hingga ia meninggal dunia.
Semenjak ayahnya wafat, ia menggantikan ayahnya dan diangkat oleh Sri Sultan menjadi khatib masjid besar Kauman Yogyakarta dan dianugerahi gelar Khatib Amin. Di samping jabatannya yang resmi itu, ia menyebarkan agama di mana-mana. Beberapa tahun kemudian ia naik haji yang kedua, dan ia mendapat sebutan Kyai Haji Ahmad Dahlan.
Pada waktu beliau sakit menjelang wafat, atas nasihat dokter beliau beristirahat di Tosari. Dalam peristirahatannya itu beliau tetap bekerja keras, hingga istrinya memperingatkan berkali-kali agar beliau beristirahat. Akhirnya beliau menjawab, “saya mesti bekerja keras untuk meletakkan batu pertama dari amal yang besar ini. Kalau saya lambatkan atau saya hentikan karena sakit, tidak ada yang sanggup meletakkan dasar itu. Saya merasa bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya kerjakan segera yang tinggal sedikit itu, mudahlah yang datang kemudian menyempurnakanlah”. KH. Ahmad Dahlan pulang ke rahmatullah pada tahun 1923 Masehi tanggal 23 Februari, dalam usia 55 tahun dengan meninggalkan sebuah organisasi Islam yang cukup besar dan disegani karena ketegarannya.

B. Pendidikan
Semasa kecilnya, Ahmad Dahlan tidak berstudi di sekolah formal, hal ini karena sikap orang-orang Islam pada waktu itu yang melarang anak-anaknya memasuki sekolah Gubernemen. Oleh karena itu sebagai gantinya Ahmad Dahlan diasuh dan dididik mengaji oleh ayahnya sendiri. Kemudian ia meneruskan pelajaran mengaji tafsir dan hadis serta bahasa Arab dan Fiqh kepada beberapa ulama di Yogyakarta dan sekitarnya. Setelah itu ia dimasukkan ke sekolah dasar uang mempelajari materi-materi seperti tersebut di atas.
Setelah ia agak dewasa, atas bantuan kakaknya yang bernama Nyai Haji Saleh, pada tahun 1890 ia pergi ke Mekkah untuk memperdalam pengetahuannya tentang Islam, seperti seni membaca Al-Qur’an, Tafsir, Tauhid, Ilmu Hukum dan Ilmu Falaq (perbintangan). Ia sempat berstudi di Mekkah lebih kurang satu tahun.
Selama berstudi di Mekkah, tampaknya tafsir al-Manar yang dikarang oleh Muhammad Abduh, mendapat perhatian serius dan yang paling digemarinya. Tafsir ini memberikan cahaya terang dalam hatinya serta membuka akalnya untuk berpikir jauh ke depan tentang eksistensi Islam di Indonesia, yang pada waktu itu masih sangat tertekan dari penjajahan Belanda. Ketika belajar di Mekkah itulah ia juga berkesempatan untuk dapat bertukar pikiran langsung dengan Rasyid Ridha, yang dikenal sebagai seorang pembaharu Islam. Pengalamannya inilah yang mendorong ia tertarik untuk mengadakan perubahan-perubahan yang berarti dalam kehidupan keagamaan kaum muslimin di tanah airnya Indonesia.
Sepulangnya dari Mekkah, yang pertama ia telah mengganti namanya menjadi Haji Ahmad Dahlan, yang diambil dari seorang mufti yang terkenal dari Mazhab Syafi’I di Mekkah, yaitu Ahmad bin Zaini Dahlan.
Ia adalah seorang alim yang luas ilmunya dan tiada jemu-jemu menambah ilmu dan pengalamannya. Di mana saja ada kesempatan, ia berusaha menambah atau mencocokkan ilmu yang diperolehnya. Observatorium Lembang pernah ia datangi untuk mencocokkan tentang ilmu hisab. Ia juga ahli dalam ilmu itu. Perantauannya ke luar Jawa pernah sampai ke Medan. Pondok pesantren yang besar-besar di Jawa pada waktu itu banyak ia kunjungi.

C. Pemikiran Pendidikan
Ahmad Dahlan memiliki pandangan yang sama dengan Ahmad Khan (tokoh pembaru Islam di India) mengenai pentingnya pembentukan kepribadian. Ahmad Khan sangat bangga dengan pendidikan para pendahulunya dan mengakui bahwa pendidikan yang demikian telah menghasilkan orang-orang besar sepanjang sejarahnya. Akan tetapi Ahmad Khan juga mengakui bahwa meniru metode pendidikan para pendahulunya tidak akan membuahkan hasil yang diinginkan. Metode-metode baru yang sesuai dengan zaman harus digali. Ahmad Khan berpandangan bahwa pendidikan sangat penting dalam pembentukan kepribadian. Sayyid Ahmad Khan tidak menganjurkan adanya masyarakat yang sekuler atau pluralis, meskipun ia mencoba mendorong Muslim untuk berhubungan dengan orang-orang Barat, untuk makan bersama mereka, untuk menghormati agama mereka, untuk mempelajari agama-agama mereka, dan lain-lainnya.
Sebagaimana halnya Ahmad Khan, Ahmad Dahlan menganggap bahwa pembentukan kepribadian sebagai target penting dari tujuan-tujuan pendidikan. Ia berpendapat bahwa tak seorangpun dapat mencapai kebesaran di dunia ini dan di akhirat kecuali mereka yang memiliki kepribadian yang baik. Seorang yang berkepribadian yang baik adalah orang yang mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan hadis. Karena Nabi merupakan contoh pengamalan Al-Qur’an dan Hadis, maka dalam proses pembentukan kepribadian siswa harus diperkenalkan pada kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi.
Selain itu, Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai kemajuan materiil. Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat di mana siswa itu hidup. Dengan pendapatnya yang demikian itu, sesungguhnya Ahmad Dahlan mengkritik kaum tradisionalis yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun tanpa mencoba melihat relevansinya dengan perkembangan zaman.
Pemikiran Ahmad Dahlan yang demikian itu merupakan respon pragmatis terhadap kondisi ekonomi umat Islam yang tidak menguntungkan di Indonesia. Seperti dapat diketahui bahwa dibawah kolonialisme Belanda, umat Islam tertinggal secara ekonomi karena tidak memiliki akses ke sektor-sektor pemerintahan atau perusahaan-perusahaan swasta. Situasi yang demikian itu menjadi perhatian Ahmad Dahlan yang berusaha memperbarui sistem pendidikan umat Islam.
Ahmad Dahlan sadar, bahwa tingkat partisipasi Muslim yang rendah dalam sektor-sektor pemerintahan itu karena kebijakan pemerintah kolonial yang menutup peluang bagi Muslim untuk masuk. Berkaitan dengan kenyataan itu, maka Ahmad Dahlan berusaha untuk memperbaikinya dengan memberikan pencerahan tentang pentingnya pendidikan yang sesuai perkembangan zaman bagi kemajuan bangsa. Berkaitan dengan masalah ini Ahmad Dahlan mengutip ayat 13 surat al-Ra’d yang artinya : “Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka”.
Berdasarkan ide-idenya itu, terlihat bahwa Ahmad Dahlan menggunakan pendekatan self corrective terhadap umat Islam. Menurut Ahmad Dahlan bahwa pandangan Muslim tradisionalis terlalu menitikberatkan pada aspek spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Sikap semacam ini mengakibatkan kelumpuhan atau bahkan kemunduran Dunia Islam, sementara kelompok yang lain telah mengalami kemajuan dalam bidang ekonomi. Ahmad Dahlan terobsesi dengan kekuatan sistem pendidikan Barat seperti pada sekolah-sekolah misionaris maupun pemerintah. Ahmad Dahlan berpandangan bahwa kemajuan materil merupakan prioritas karena dengan cara itu kesejahteraan mereka akan bisa sejajar dengan kaum kolonial.

D. Mendirikan Muhammadiyah
Memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan Islam dan akibat dari pemerintahan kolonial Belanda, terutama di Pulau Jawa, KH. Ahmad Dahlan sangat memprihatinkan keadaan ummat Islam saat itu, yaitu adanya keterbelakangan dan kebodohan, kemiskinan serta lemahnya sistem pendidikan, sehingga tidak mampu menandingi misi kaum Zindik maupun Kristen, dinilai tidak mampu menghadapi tantangan zaman, karena lemahnya berbagai bidang kehidupan.
Untuk itu beliau sebagai seorang muallim merasa terpanggil untuk mempertahankan sistem dari abad-abad permulaan Islam sebagai suatu sistem yang benar dan bebas dari unsur-unsur bid’ah, berusaha membangun kembali agama Islam yang didasarkan pada sendi-sendi ajaran yang benar yakni sejalan dengan Al-Qur’an dan Hadis.
Melihat kondisi ummat Islam yang pada waktu itu cukup kritis, terutama menyangkut ilmu pengetahuan baik agama maupun umum, sehingga KH. Ahmad Dahlan terdorong untuk mendirikan organisasi, yang kemudian bernama Muhammadiyah. Organisasi ini berdiri pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H.
Ada beberapa latar belakang KH. Ahmad Dahlan mendirikan perkumpulan Muhammadiyah ini, yaitu :
1. Ummat Islam tidak memegang tuntutan Al-Qur’an dan Hadis Nabi, sehingga menyebabkan perbuatan syirik, bid’ah dan khurafat makin merajalela serta mencemarkan kemurnian ajarannya.
2. Keadaan ummat Islam sangat menyedihkan, sebagai akibat penjajahan.
3. Kegagalan institusi pendidikan Islam untuk memenuhi tuntutan kemajuan zaman, sebagai akibat dari mengisolasi diri.
4. Persatuan dan kesatuan umat Islam menurun, sebagai akibat lemahnya organisasi Islam yang ada.
5. munculnya tantangan dari kegiatan misi dan zending yang dianggap mengancam masa depan umat Islam.
Kelima faktor yang disebutkan di atas, mungkin yang paling banyak berkaitan dengan masalah pendidikan adalah sistem pendidikan Islam yang kuno, hingga tak mampu menghadapi tantangan baru yang dibawa, misalnya oleh kegiatan-kegiatan misi Kristen yang ditopang oleh kekuasaan kolonial.
Perkumpulan Muhammadiyah berusaha mengembalikan ajaran Islam kepada sumber aslinya, yaitu Al-Qur’an dan Hadis, seperti yang diamanatkan oleh Rasulullah. Itulah sebabnya tujuan organisasi ini adalah meluaskan dan mempertinggi pendidikan agama Islam secara modern, serta memperteguh keyakinan tentang agama Islam, sehingga terwujudlah masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Karena itu dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkannya, Muhammadiyah telah mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar hampir di seluruh persada nusantara. Di tiap-tiap cabang didirikan sekolah-sekolah Muhammadiyah. Sekolah-sekolah tersebut terdiri atas sekolah Diniyah yang khusus mengajarkan agama, dan sekolah-sekolah model pemerintah yang memberikan pengajaran umum. Tapi sekolah Diniyah Muhammadiyah berbeda dengan metode belajar halaqah, model pesantren Muhammadiyah ini mengambil sistem pendidikan barat, yaitu dengan sistem klasikal.
Pada waktu mendirikan sekolah rakyat Muhammadiyah di suronantan Yogyakarta yang kemudian terkenal dengan nama Standar School atau sekolah standar, mengalami kekurangan biaya, beliau mengikhlaskan barang-barang rumah tangganya dilelang guna meneruskan pendirian sekolah tersebut.
Sementara itu usaha-usaha Muhammadiyah yang lain adalah seperti memperluas pengajian-pengajian, menyebarkan bacaan-bacaan agama, mendirikan mesjid-mesjid dan sebagainya. Muhammadiyah bukan hanya semata bergerak pada bidang pengajaran, tetapi juga lapangan-lapangan lain, terutama menyangkut sosial umat Islam. Sehubungan dengan itulah Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan mempunyai ciri-ciri khas sebagai berikut :
1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
Muhammadiyah dalam melaksanakan dan memperjuangkan keyakinan dan cita-cita organisasinya berasaskan Islam. Menurut Muhammadiyah, bahwa dengan Islam bisa dijamin kebahagiaan yang hakiki hidup di dunia dan akhirat, material dan spiritual.
2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah.
Untuk mewujudkan keyakinan cita-cita Muhammadiyah yang berdasarkan Islam, yaitu amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah dilakukan menurut cara yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dakwah Islam dilakukan dengan hikmah kebijaksanaan, nasihat, ajakan, dan jika perlu dilakukan dengan berdialog.
3. Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid
Usaha-usaha yang dirintis dan dilaksanakan menunjukkan bahwa Muhammadiyah selalu berusaha memperbaharui dan meningkatkan pemahaman Islam secara rasional sehingga Islam lebih mudah diterima dan dihayati oleh segenap lapisan masyarakat.

Demikianlah bagaimana latar belakang dan tujuan didirikannya Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan. Yang jelas organisasi Muhammadiyah sangat besar jasanya bagi dakwah Islamiah, terutama dengan predikat yang disandangnya sebagai organisasi modernis di Indonesia. Peran ini akan terlihat lebih jelas, ketika kita lihat kiprahnya dalam dunia pendidikan, yang sekarang tersebar di mana-mana.
Dengan keuletan yang dilakukan oleh KH. Ahmad dahlan, dengan gerakan yang tak pernah luput dari amal, dengan kelenturan dan kebijakan dalam membawa misinya telah mampu menempatkan posisi “aman” baik pada zaman penjajahan maupun pada masa kemerdekaan. Jejak langkah beliau senantiasa menitikberatkan kepada pemberantasan dan melawan kebodohan serta keterbelakangan yang senantiasa berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis.
Dengan sikap yang toleran dan dengan pengabdian yang sunguh-sungguh pada kerjanya dapatlah diamati penyebaran yang amat cepat dari organisasi Muhammadiyah. Dalam tahun 1925 organisasi ini telah mempunyai 29 cabang-cabang dengan 4000 orang anggota, sedangkan kegiatan-kegiatannya dalam bidang pendidikan meliputi 8 Hollands Inlandse School, sebuah sekolah guru di Yogyakarta, 32 buah sekolah dasar lima tahun, sebuah Schakelschool, 14 madrasah, seluruhnya dengan 119 orang guru dan 4000 murid. Dalam bidang sosial aia mencatat 2 buah klinik di Yogyakarta dan Surabaya di mana 12.000 pasien memperoleh pengobatan, sebuah rumah miskin dan 2 buah rumah yatim piatu.


PENUTUP

Usaha Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan terlihat pada perannya mengintegrasikan ilmu agama dan umum, dengan cara mengajarkan kedua ilmu tersebut di madrasah. Dialah tokoh di Jawa yang pertama kali memasukkan pelajaran umum ke dalam madrasah. Sedangkan usaha Ahmad Dahlan dalam bidang dakwah terlihat pada upayanya melakukan dakwah bil-hal, yaitu dakwah yang menekankan pada perbuatan atau penciptaan program-program yang menyentuh langsung perbaikan kehidupan keagamaan dalam arti seluas-luasnya, yaitu peribadatan, kesehatan, ekonomi dan lain sebagainya.
Sebagai tokoh pembaharu dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan, Ahmad Dahlan menghadapi tantangan dan hambatan yang amat keras dari kaum tradisionalis. Namun berkat kesabaran, keteguhan, keuletan, dan kepiawaiannya dalam menyampaikan ajaran-ajaran agama, cita-cita dan obsesi Ahmad Dahlan dapat terlaksana. Hal ini terlihat dari meluasnya gerakan dan program kerjanya ke seluruh Indonesia melalui organisasi Muhammadiyah yang didirikannya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah dan Djamaludin. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia
Hasbullah. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Nata, Abuddin. 2005. tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Noer, Deliar. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: Pustaka LP3ES

Tidak ada komentar:

Posting Komentar