Halaman

Assalamu'alaikum, have barokah day ;)

Sabtu, 20 Juli 2013

Mungkin Ini Alasannya...

Memutuskan sebuah pilihan, bukanlah perkara yang mudah. Begitu banyak pertimbangan, begitu banyak kebimbangan dan juga pengorbanan. Memutuskan untuk memilih meninggalkan gemerlapnya ibu kota Sumsel, meninggalkan lingkungan yang begitu kondusif agar selalu mengingat dan dekat pada-Nya, meninggalkan orang-orang yang sangat dicintai. Ya, aku memutuskan untuk memilih kembali ke kota kelahiran, kota kecil bernama Lahat. Memulai kembali dari NOL untuk hidup, dari mencari kontrakan hingga semua keperluan sehari-hari. Bekerja di sebuah sekolah yang dari awal sudah tahu bahwa gajinya tidak akan sebesar di tempat kerja yang lama. Tapi keputusan sudah diambil, Bismillah…

Kehidupan semakin dirasakan berbeda, mulai dari lingkungan, teman-teman, juga gaya hidup. Harus beradaptasi dan terbiasa di tempat yang baru, harus memahami watak dan apa adanya plus adanya apa orang-orang baru. Aku menikmatinya…  Satu hal yang kusukai, aku bisa tiap minggu pulang kampung bertemu dengan ibu, tidak terlalu jauh dari Lahat. Seperti sekarang ini, malas-malasan di kamar ibu… :D

Ketika pulang kampung, dari Lahat menuju kampung harus naik mobil tua yang penuh sesak oleh penumpang dan barang. Menunggu keberangkatan mobil ke kampung kemarin, aku sempatkan membuka Al-Qur’an merah hatiku dan membacanya. Sungguh, bukan karena ingin dilihat sok alim tapi memang karena ingin memanfaatkan waktu terbuang percuma oleh menunggu, terlebih ini adalah bulan yang teramat mulia, Ramadhan. Di antara syahdunya angin yang menemani tilawahku dan hiruk pikuknya sebuah terminal, telingaku mendengar bapak-bapak yang juga akan naik di mobil yang sama sedang membicarakan aku. Mereka sedang menertawakanku, kesannya menghina apa yang sedang aku lakukan. Mereka berkata tidak takut pada neraka, Tuhan itu tidak ada. Jika ada mana buktinya? Aku hanya diam meneruskan tilawahku, ingin sekali menangis kasihan sama mereka. Ketika mobil mulai berjalan, mereka tanpa malu merokok tanpa menghargai orang yang berpuasa. Tidak ada gunanya dan bukanlah waktu yang tepat untuk menegur mereka. Alhamdulillah selalu memakai kerudung yang lebar jadi bisa ditutupkan ke muka…

Ingin dekat dan sedikit membenahi minimal keluarga terdekat, mungkin ini alasannya kenapa akhirnya aku memilih untuk meninggalkan Palembang. Kondisi kampung yang menyedihkan. Bodoh, miskin, dan sombong pada Tuhan. Semua penduduk beragama Islam, tapi rukun Islamnya hanya kalimah syahadah yang dijalankan, itupun mungkin karena terlahir sebagai orang Islam. Seolah tidak butuh sama sekali pada Tuhan yang telah memberi kehidupan. Sedih ketika melihat para pemudanya yang tanpa malu tidak berpuasa, sedih ketika anak-anak kecil dianjurkan untuk ke sungai mencari ikan daripada memperbanyak ibadah selama Ramadhan. Yaaa, Ramadhan hanya datang dan berlalu biasa-biasa saja. Dan yang sangat menyedihkan lagi, aku tidak bisa berbuat banyak untuk sebuah perubahan yang diharapkan.

Dalam segala kelemahan dan kekurangan, asaku masih membumbung tinggi di angkasa, inginku masih seperti cahaya yang berkerlip di kegelapan. Biarlah ku mulai dari apa yang bisa kulakukan, keluargaku terlebih dahulu…Semoga terlahir seorang mujahid di kampung ini yang akan mewarnai kehidupan seindah warna pelangi.

Talang Padang, dalam senja yang menawan…

Selasa, 09 Juli 2013

DUAPULUHENAM : 9490 Hari Usia Kehidupan Dunia

“Dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari kematianku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”.
(Qur’an Surah Maryam : 33)

Kembali mata berhenti di kalender masehi, lalu terpejam dan menghela nafas. 9 Juli (lagi?). Sungguh, waktu yang begitu cepat berlalu tanpa pernah tahu kapan waktu berlari mengiringi usia yang semakin bertambah angkanya. Rasanya seperti masih kemarin menikmati tiap hela nafas di usia ke-duapuluh-lima, sekarang sudah berganti angka yang semakin malu untuk dituliskan dan dibicarakan, duapuluh-enam…

Alhamdulillah, Allah masih memberi amanah usia kehidupan di dunia , masih bisa eksis dan sedikit narsis hingga saat ini, meski sejatinya penambahan angka usia adalah berkurangnya jatah hidup di dunia. Ya, siapa tahu esok atau lusa Sang Izrail diperintah-Nya untuk mengakhiri kehidupan dunia dalam membersamai usia ini. Bukankah hanya kematian yang bisa mengantarkan kita ke syurga-Nya? Dengan persiapan dan perbekalan tentunya.

Alhamdulillah, dalam sujud syukur di hadapan-Nya, Sang Penggenggam Kehidupan atas semua nikmat yang diberi. Betapa bersyukurnya ketika masih bisa tersenyum menatap arakan awan putih di langit biru, ketika masih bisa melihat pelangi membias di horizonnya melengkung indah. Ketika masih bisa berjalan kemana-mana, masih bisa makan dengan lahapnya dan memilih makanan apa yang disuka. Ketika masih bisa merasakan berjuta indahnya jatuh cinta, masih memiliki kesempatan untuk berharap dan bermimpi akan masa depan yang insyaAllah cerah ceria. Sementara beberapa teman semasa kecil banyak yang sudah tak memiliki apa-apa karena sudah dipanggil-Nya atau orang lain yang saat ini sedang berjuang melawan penyakitnya. Sungguh, fabiayyi alaa-i rabbikuma tukadziban…

Hari ini aku hanya ingin berlama-lama sujud dan bersimbah air mata mengeja usia di atas sajadah, menangis sejadi-jadinya, mengadu kepada-Nya. Aahh, apalah artinya ulang tahun? Bukankah setiap waktu yang ku tapaki adalah langkah mendekat kepada ajal, menunaikan cintaku untuk-Nya, atau mungkin lebih sering menyibukkan diri dengan cinta-cinta yang semu. Begitu mendambakan menjejakkan kaki di jannah-Nya, bertemu dengan-Nya dan para kekasih-Nya sedangkan terkadang aku masih saja lancang menduakan-Nya dengan berhala-berhala baru masa kini. Apa persembahanku untuk-Nya, ibuku, keluargaku, teman, agama??? Begitu malunya aku, rasanya belum ada artinya sama sekali. Sungguh tidak sebanding dengan dengan apa yang telah Dia beri selama ini.

Seiring bertambahnya usia dan berkurangnya waktu, aku masih merajut mimpi dan asaku perlahan. Entah esok, lusa, bulan depan atau tahun depan, mungkin saja hidupku akan berhenti di suatu titik yang tak disangka-sangka, kematian. Begitu ingin menjadi salah satu orang yang dirindu surga-Nya sementara hingga saat ini masih terbata mengeja ayat-Nya, masih tertatih menapak di jalan-Nya… Siapkah dengan semua itu? Siap atau tidak siap, aku harus siap!!!

Duapuluh-enam, betapa membuncahnya bahagiaku. Ketika Allah memberiku kesempatan memasuki bulan suci yang ditunggu jutaan umat muslim di dunia. Sebuah moment spesial dalam merefleksi diri, berkaca pada hati, muhasabah, memperbaiki, membenahi, berburu berkah dan terus mengemis cinta-Nya. Ya, Ramadhan ini adalah hadiah terindah untuk usia yang kian menua, duapuluh-enam. Aku bahagia. Terima kasih, Rabb…

When I was six-and-twenty
I heard a wise man say,
“Give crowns and pounds and guineas
But not your heart away:
Give pearls away and rubies
But keep your fancy free”
But I was six-and-twenty,
No use to talk to me.

When I was six-and-twenty
I heard him say again,
“The heart out of the bosom
Was never given in vain;
‘Tis paid with sighs a plenty
And sold for endless rue”
And I am six-and-twenty,
And oh, ‘tis true, ‘tis true.


(By : A. E. Housman “When I Was One-and-Twenty” yang diubah angkanya)

Senin, 08 Juli 2013

Sambut Ramadhan : Adab Berpuasa

Selama melakukan puasa, Nabi SAW membimbing para sahabat untuk melakukan puasa yang sebenarnya. Berulangkali beliau menegaskan bahwa puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga. Dari bimbingan Rasulullah SAW ini, Imam Al-Ghazali menyebutkan enam hal. Sambil menyanggah pendapat ahli fikih bahwa puasa sah bila syarat-syarat lahirnya dipenuhi, Al-Ghazali menyebut keenam hal ini sebagai syarat-syarat batiniah puasa. Tanpa syarat-syarat ini, puasa itu sama sekali tak ada faedahnya.

Pertama, menahan pandangan dari segala yang tercela dan dari semua yang dapat melalaikan kita dari zikir kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda: “Pandangan mata adalah anak panah beracun yang dilepaskan iblis. Barangsiapa yang menundukkan pandangannya karena takut kepada Allah, Allah akan memberikan iman kepadanya yang ia temukan manisnya iman itu dalam hatinya” (HR. Al-Thabrani). Beliau juga berkata: “Ada lima hal yang membatalkan puasa: berdusta, menggunjing, memfitnah, sumpah palsu, dan memandang dengan nafsu.”

Kedua, menjaga lisan dari kejahatan omongan, seperti menggunjing, berdusta, kata-kata kotor, kata-kata yang menusuk, apalagi memfitnah, dan mengadu domba kaum Muslimin. Pada waktu puasa, ia harus memperbanyak diam dan menyibukkan diri dengan berdzikir kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya puasa itu perisai. Bila kamu berpuasa, janganlah berkata kotor atau berlaku bodoh. Jika seseorang mengajaknya bertengkar atau mengecamnya, katakanlah, ‘Saya sedang berpuasa.’” Sekali waktu, dua orang perempuan berpuasa pada zaman Nabi SAW. Mereka ditimpa perasaan lapar dan dahaga yang tak tertahankan. Keduanya hampir pingsan. Mereka meminta izin untuk berbuka. Rasulullah SAW menyuruh orang membawa wadah dan berkata kepada kedua perempuan itu: “Muntahkan apa yang kalian sudah makan.” Mereka memuntahkan darah dan daging yang segar. Orang-orang keheranan menyaksikan peristiwa itu. Nabi SAW berkata: “Kedua perempuan itu berpuasa dari apa yang dihalalkan Allah, tetapi berbuka dengan apa yang diharamkan-Nya. Yang seorang duduk bersama yang lain, menggunjingkan orang lain. Inilah yang mereka makan berupa daging itu.” Nabi SAW menjelaskan bahwa “shauwm”, yang berarti menahan diri, dilakukan oleh kedua orang itu. Tetapi mereka hanya menahan diri dari makan dan minum yang halal. Mereka menjalankan puasa sambil menggunjing, padahal menggunjing adalah perbuatan yang haram.

Ketiga, menahan pendengaran dari semua yang dibenci dan tercela. Apa yang haram diucapkannya, haram juga didengarnya. Allah SWT mendampingkan perbuatan mendengarkan kebohongan dengan memakan harta yang haram: Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengarkan berita bohong, banyak memakan yang haram (Al-Maidah: 42). Allah SWT juga berfirman: Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka, tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram (Al-Maidah: 63). Nabi SAW menyatakan: “Yang melakukan ghibah (pergunjingan) dan yang mendengarkannya adalah sekutu dalam kejelekan” (HR. Al-Thabrani).

Keempat, menahan semua anggota badan dari berbuat dosa dan maksiat; serta menahan perut dari memakan bukan saja yang haram, tetapi juga yang syubhat. Menurut Al-Ghazali, orang yang berpuasa tetapi berbuka dengan yang haram sama seperti yang dikemukakan dalam peribahasa Arab yabni qishran wa yahdimu mishran (membangun istana dan menghancurkan kota). Nabi SAW bersabda: “Betapa banyaknya orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan dahaga.” (Musnad Ahmad, 2:441).

Kelima, tidak memperbanyak makan pada waktu berbuka. Bukankah puasa itu melemahkan nafsu. Bila nafsu dilemahkan pada siang hari dan diperkuat pada lagi pada malam hari, puasa menjadi perbuatan yang sia-sia. Al-Ghazali menyindir orang yang menyimpan dan mengumpulkan makanan untuk berbuka, yang tidak dia lakukan pada bulan-bulan yang lain. Dengan mengutip hadis, “Sekiranya setan-setan tidak merasuki hati manusia, pastilah mereka dapat melihat kerajaan (malakut) langit.” Al-Ghazali menyebut nafsu sebagai kendaraan setan. Termasuk di dalamnya nafsu makan dan hubungan intim. Dengan makan yang banyak, sangat sulit untuk dapat melakukan ibadat dengan khusyuk.

Keenam, pada waktu berbuka, hati hendaknya selalu diletakkan antara cemas dan harap. Ia harus mencemaskan ibadat dan amal salehnya. Jika tidak diterima, ia akan termasuk orang yang dimurkai Tuhan. Tetapi ia juga harus memelihara harapan . Diriwayatkan oleh Hasan al-Bashri lewat sekelompok orang yan sedang tertawa-tawa pada Hari Raya. Ia berkata, “Sesungguhnya Allah SWT menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan yang hasilnya tersembunyi bagi makhluk-Nya. Mereka berlomba-lomba menaatinya. Sebagian berhasil maju dan beruntung. Sebagian lagi tertinggal dan kecewa. Alangkah ajaibnya, orang bermain dan tertawa pada hari ketika beruntung orang yang maju dan celaka orang yang gagal. Demi Allah, sekiranya tirai disingkapkan, orang baik akan sibuk dengan kebaikannya, dan orang jelek akan sibuk dengan kejelekannya.”

Ya Allah, jadikanlah kami dan segenap umat islam termasuk orang yang puasa pada bulan ini, yang pahalanya sempurna, yang mendapatkan Lailatul Qadar, dan beruntung menerima hadiah dari-Mu. Wahai Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.

Semoga shalawat dan salam dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya.



***Dari berbagai sumber***