Halaman

Assalamu'alaikum, have barokah day ;)

Rabu, 29 Desember 2010

Tafsir QS. Al-Maidah: 67, QS. An-Nahl:125 dan QS. Luqman: 15-19

A. PENDAHULUAN
Pendidikan Islam menempati posisi sentral dalam upaya mensosialisasikan ajaran-ajaran Islam, baik secara individu maupun sosial di berbagai aspek kehidupan manusia. Pendidikan Islam berkepentingan menginternalisasikan nilai-nilai iman, takwa dan moral kepada anak didik agar memiliki komitmen relegius yang tinggi dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya untuk beramal dan berkarya yang pada gilirannya melahirkan budaya yang agamis.
Untuk itu, dalam mendidik seorang pendidik hendaklah menyampaikan sesuatu sesuai dengan metode yang telah dicontohkan dalam kitab suci Al-Qur’an. Pada makalah ini akan membahas ayat-ayat pendidikan yaitu QS. Al-Maidah: 67, QS. An-Nahl: 125 dan QS. Luqman: 15-19. Berharap agar seorang pendidik bisa menempatkan dirinya sesuai dengan yang telah dicontohkan dalam ayat-ayat pendidikan tersebut, sehingga peserta didik/anak didik bisa menerima apa yang disampaikan. Juga mengajarkan sikap seorang anak terhadap orang tuanya, dan sikap orang tua kepada anaknya.


B. PEMBAHASAN
1. QS. Al-Maidah : 67
                    ••  •      
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, Sabi’in dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.

a. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah Mengutusku untuk mengemban risalah kerasulan. Hal tersebut menyesakkan dadaku, karena aku tahu orang-orang akan mendustakan risalahku. Allah Memerintahkan kepadaku untuk menyampaikannya, dan kalau tidak, Allah akan Menyiksaku”. Maka turunlah ayat ini (QS.Al-Maidah:67) yang mempertegas perintah penyampaian risalah disertai jaminan akan keselamatannya. (Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh yang bersumber dari Al-Hasan).
Dalam riwayat lain dikemukakan, ketika turun ayat, Ya ayyuhar rasulu balligh ma unzila ilaika mir rabbik…(Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu…) (sebagian QS.Al-Maidah:67), Rasulullah bersabda:”Ya Rabbi! Apa yang harus aku perbuat, padahal aku sendirian dan mereka berkomplot menghadapiku”. Maka turunlah kelanjutan ayat tersebut yang menegaskan perintah penyampaian risalah kenabian. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid)
Dalam riwayat lain dikemukakan, Siti ‘Aisyah menyatakan bahwa Nabi saw. biasa dijaga oleh para pengawalnya, sampai turun ayat, …wallahu ya’shimuka minan nas… (… Allah Memelihara kamu dari (gangguan) manusia…) (QS. Al-Maidah:67). Setelah ayat itu turun, Rasulullah menampakkan diri dari Kubah sambil bersabda: “Wahai saudara-saudara, pulanglah kalian, Allah telah Menjamin Keselamatanku dalam menyebarkan dakwah ini. Sesungguhnya malam seperti ini baik untuk tidur di tempat masing-masing”. (Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan At-Tirmidzi, yang bersumber dari ‘Aisyah).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Al-Abbas, paman Nabi saw., termasuk pengawal Nabi. Ketika turun ayat,…. Wallahu ya’shimuka minan nas… (…Allah Memelihara kamu dari (gangguan) manusia…) (QS.Al-Maidah:67), ia pun meninggalkan pos penjagaannya. (Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani yang bersumber dari Abu Sa’id al-Khudri).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa para shahabat biasanya mengawal Rasul saw. pada waktu malam, sampai turun ayat,… wallahu ya’shimuka minan nas… (…Allah Memelihara kamu dari (gangguan) manusia…) (QS. Al-Maidah:67). Sejak turun ayat tersebut mereka pun meninggalkan pos penjagaannya. (Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani yang bersumber dari ‘Ishmah bin Malik al-Khathmi).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa para shahabat pernah meninggalkan Rasulullah berhenti di dalam perjalanan, dan beliau berteduh di bawah pohon yang besar. Ketika itu beliau menggantungkan pedangnya di pohon itu. Maka datanglah seorang laki-laki dan mengambil pedang Rasul sambil berkata: “Siapa yang akan menghalangi engkau dariku, hai Muhammad?” Rasulullah saw. bersabda: “Allah yang akan Melindungiku darimu. Letakkanlah pedang itu!”. Seketika itu juga pedang tersebut diletakkannya kembali. Maka turunlah ayat ini (QS.Al-Maidah:67) yang menegaskan jaminan keselamatan jiwa Rasulullah dari tangan-tangan usil manusia. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab shahih-nya,yang bersumber dari Abu Hurairah).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Rasulullah pernah berhenti untuk beristirahat dalam peperangan Bani Anmar, di Dzatir Raqi’ di kebun kurma yang paling tinggi. Beliau duduk di atas sebuah sumur sambil menjulurkan kakainya. Berkatalah Al-Warits dari Banin Najjar kepada teman-temannya: “Aku akan membunuh Muhammad”. Teman-temannya berkata:”Bagaimana cara membunuhnya?” Ia berkata: “Aku akan berkata:”cobalah berikan pedangmu. Dan apabila ia memberikan pedangnya, aku akan membunuhnya”. Ia pun pergi mendatangi Rasul dan berkata: “Hai Muhammad! Berikan pedangmu kepadaku agar aku menciumnya”. Pedang itu oleh Rasul diberikan kepadanya, akan tetapi tangannya gemetar. Bersabdalah Rasul saw. : “Allah menghalangi maksud jahatmu”. Maka turunlah ayat ini (QS.Al-Maidah:67) yang menegaskan jaminan keselamatan jiwa bagi Rasulullah. ( diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Jabir bin ‘Abdillah).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Rasulullah biasa mendapat pengawalan. Setiap hari Abu Thalib pun mengirimkan pengawal-pengawalnya dari Bani Hasyim untuk menjaganya. Ketika turun ayat ini (QS.Al-Maidah:67), Rasulullah saw. bersabda kepada Abu Thalib yang akan mengirimkan pengawalnya: “Wahai pamanku! Sesungguhnya Allah telah menjamin keselamatan jiwaku dari perbuatan jin dan manusia”. (diriwayatkan oleh ibnu Marduwaih dan ath-Thabarani, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Hadist ini gharib.
b. Tafsir
      
Hai Rasul, sampaikanlah kepada semua orang segala yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu yang memiliki perkaramu, dan menyampaikan kamu pada kesempurnaan, dan janganlah kamu khawatir dalam menyampaikan itu terhadap seorang pun, dan jangan takut kamu ditimpa bahaya karenanya.
  
Dan kalau kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan kepadamu, yakni menyampaikan apa yang telah diturunkan kepdamu, umpamanya kamu sembunyikan, sekalipun hanya untuk sementara, karena takut disakiti orang, baik dengan perkataan atau perbuatan, maka sudah cukup merupakan dosa bagimu bila kamu tidak menyampaikan risalah dan tidak melaksanakan apa yang karenanya kamu diutus.
Hai Muhammad, engkau harus menyampaikan risalah yang diembankan Allah swt. di atas pundakmu. Engkau harus menyampaikan agama yang dititipkan kepadamu ini dan tidak menguranginya sedikit pun. Jika engkau menyembunyikan sesuatu, berarti engkau tidak menunaikan amanah secara benar, tidak menyampaikan risalah, dan tidak memberi nasihat kepada umat.
Janganlah engkau takut untuk menyampaikan risalah ini. Sebab, Allah swt akan menjagamu, menggagalkan tipu daya musuh-musuhmu, dan mengurus perkaramu. Karena siapa pun yang memusuhimu berarti ia kafir. Allah swt tidak meluruskan jalan orang yang kafir serta tidak menunjukinya jalan yang benar. Dia swt tidak memberinya taufik kepada kebaikan apa pun. Risalah dari Allah swt. Tugas Rasul adalah menyampaikannya. Allah swt telah menjelaskan risalah-Nya, Rasul telah menunaikan amanahnya, dan kita pun menerima dan membenarkannya.



2. QS. An-Nahl : 125
             •     •       
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabb-mu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

a. Makna Mufrodat
 : Ud’u : ajaklah, dakwalah
 : Sabilii : jalan
 : bilhikmahti : dengan hikmah, bijaksana
 : walmau’izhati : pelajaran hati
 : alhasanati : yang baik
 : muhtadina : menerima petunjuk

b. Tafsir
Potongan ayat yang berbunyi….   
Maksudnya adalah serulah ummatmu wahai para Rasul dengan seruan agar mereka melaksanakan syari’at yang telah ditetapkannya berdasarkan wahyu yang diturunkannya, dengan melalui ibarat dan nasehat yang terdapat di dalam Kitab yang diturunkannya. Dan hadapilah mereka dengan cara yang lebih baik dari lainnya sekalipun mereka menyakitimu, dan sadarkanlah mereka dengan cara yang baik.
Wahai Nabi dan para pengikut beliau, serulah manusia untuk memeluk agama Islam dan menjalankan hukum-hukum Islam serta akhlak Islam, dengan cara yang baik serta metode yang baik. Lembutlah dalam menyeru mereka dan sopanlah ketika berbincang dengan mereka sesuai dengan aturan Al-Qur’an dan sunnah. Jangan marah, bersikap kasar ataupun mengucapkan kata-kata yang menyakitkan. Berikanlah mereka kemudahan dan jangan mempersulit mereka. Sampaikanlah kabar gembira kepada mereka dan jangan buat mereka lari ketakutan darimu. Doronglah mereka untuk berbuat kebaikan dan wanti-wantilah mereka dari berbuat keburukan. Nasihatilah mereka dengan lemah lembut dan debatlah mereka dengan cara yang baik, sopan, dan lemah lembut.
• •     
Maksudnya adalah bahwa sesungguhnya Tuhanmu wahai para Rasul adalah lebih mengetahui dengan apa yang berjalan dan diperselisihkan, dan juga lebih mengetahui cara yang harus ditempuh sesuai yang hak.
Berdiskusilah dengan mereka dengan memberikan ide dan tanggapan, dengan menjauhi celaan, dan segala hal yang bisa menyakiti mereka serta menghindari sikap bangga diri dan sombong. Sebab yang diwajibkan bagimu hanyalah menyampaikan dengan jelas dan menasihati dengan benar. Kamu yang menyampaikan dan Allah yang memberi hidayah.
Allah mengetahui siapa orang yang menyimpang dari jalan yang lurus dan siapa yang meniti jalan yang lurus. Keduanya akan dibalas sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.

3. QS. Luqman : 15-19
                   •               •                    •                  •         ••  •   •  •    •           •     
Artinya : “Tetapi jika mereka memaksamu mempersekutukan Aku, sedang kau tak punya pengetahuan tentang itu, janganlah taati mereka, dan bergaullah dengan mereka di dunia dengan cara yang baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, (dalam cinta). Lalu kepada-Ku kamu akan kembali, maka akan Ku-katakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. “Hai anakku, (kata Luqman), kalaulah itu hanya sebesar biji sawi dan tersembunyi di dalam batu, atau di langit atau di bumi, Allah akan mengeluarkannya. Sungguh Allah Maha Lembut, Maha Tahu”. “Hai anakku, dirikanlah shalat, suruh orang berbuat baik dan melarang perbuatan munkar, dan sabar dan tabahlah atas segala yang menimpa dirimu, sebab itulah soal yang penting”. “Dan janganlah kamu menggembungkan pipimu dari orang, dan janganlah berjalan di muka bumi dengan congkak. Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri”. “Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan rendahkan suaramu, sebab suara yang terburuk ialah suara keledai”.

a. Makna Mufrodat
 : jaahadaaka : memaksamu
 : tuthi’humaa : mematuhi keduanya
 : shaahibhumaa : bertemanlah dengan keduanya
 : yaa bunayya : hai anakku
 : khaddaka : pipimu
• : marahan : angkuh, sombong, marah.
 : fakhruurin : membanggakan diri
 : waghdudh : rendahkanlah
 : hamiir : keledai

b. Asbabun Nuzul Ayat 15
Sa’ad bin Malik seorang lelaki yang sangat taat dan menghormati ibunya. Ketika ia memeluk Islam, ibunya berkata : “Wahai Sa’ad mengapa kamu tega meninggalkan agamamu yang lama, memeluk agama yang baru. Wahai anakku, pilihlah salah satu: Kamu kembali memeluk agama yang lama atau aku tidak makan dan minum sampai mati”. Maka Sa’ad kebingungan, bahkan ia dikatakan tega membunuh ibunya. Maka Sa’ad berkata: “Wahai ibu, jangan kamu lakukan yang demikian. Aku memeluk agama baru tidak akan mendatangkan mudharat, dan aku tidak akan meninggalkannya”. Maka Umi Sa’ad pun nekad tidak makan sampai tiga hari tiga malam. Sa’ad berkata: “Wahai ibu, seandainya kamu memiliki seribu jiwa kemudian satu per satu meninggal, tetap aku tidak akan meninggalkan agama baruku (Islam). Karena itu, terserah ibu mau makan atau tidak”. Maka ibu itupun makan. Sehubungan dengan itu, maka Allah swt. menurunkan ayat ke-15 sebagai ketegasan bahwa kaum muslimin wajib taat dan tunduk kepada perintah orang tua sepanjang bukan yang bertentangan dengan perintah-perintah Allah swt. (HR. Thabrani dari Sa’ad bin Malik).
c. Tafsir
1. Ayat 15 :
Ayat ini menerangkan dalam hal tertentu, maka seseorang anak dilarang mentaati ibu bapaknya, yaitu jika ibu bapaknya memerintahkan kepadanya memperserikatkan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah swt mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka sepanjang pengetahuan manusia Allah swt tidak mempunyai sekutu. Manusia menurut nalurinya meng Esakan Tuhan.
Wahai manusia, apabila kedua orangtuamu berusaha dan menginginkan agar kamu mengingkari Allah dan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu, atau memerintahkanmu untuk bermaksiat maka janganlah taat padanya. Sebab, ketaatan pada orangtua hanya dalam hal kebaikan. Lagipula, tidak ada kepatuhan ataupun ketaatan pada makhluk dalam rangka bermaksiat terhadap Sang Pencipta makhluk, yakni Allah swt. Namun demikian, jangan sampai ketidaktaatanmu pada perintahnya yang buruk itu membuatmu berlaku tidak baik padanya. Tetaplah bina hubungan yang baik dengan keduanya dan berlemah lembutlah kepada mereka berdua. Tauladanilah orang yang bertobat kepada Tuhannya dari dosanya dan menyesali kesalahannya, kembali kepada Allah dengan membawa amal ketaatan dan meninggalkan pembangkangan terhadap-Nya. Sebab, setelah kehidupan ini, semua manusia akan kembali kepada Allah dan berpulang kepada-Nya agar Allah bisa memberitahu setiap orang tentang perbuatannya masing-masing dan memberi balasan atas amalnya.
Jika kewajiban kepada manusia bertentangan dengan kewajiban kepada Allah, maka itu berarti ada sesuatu yang salah pada kemauan manusia, dan kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia. Tetapi sekalipun demikian tidak berarti kita harus sombong. Kepada kedua orangtua atau orang yang berwenang terhadap kita, kita harus berlaku baik, ramah dan sopan, sekalipun perintah mereka tidak kita lakukan, dan oleh karenanya, tidak menaati perintah demikian itu menjadi kewajiban yang utama.

2. Ayat 16.
Dalam nasihatnya bagi anaknya, Luqman berkata, “Seandainya kadar keburukan ataupun kebaikan sangat kecil, bagaikan sebiji sawi, dan tersembunyi di balik sebuah batu atau di sebuah tempat di langit dan di bumi, niscaya hal itu tidak akan luput dari pengetahuan Allah dan kelak Allah akan menghadirkannya di Hari Kiamat untuk memberi balasan kepada setiap orang sesuai dengan kebaikan pula dan jika buruk maka pelakunya akan menerima balasan yang buruk pula. Allah Maha Lemah Lembut kepada semua hamba-Nya, Dia membawa hal yang disukai kepada mereka dan mencegah hal yang tak disukai dari mereka dengan cara yang paling halus. Dia Maha Mengetahui, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya ataupun tidak terlihat oleh-Nya.

Luqman mewasiatkan kepada anaknya agar selalu waspada terhadap rayuan yang telah mengajak dan mempengaruhi manusia melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Apa yang dilakukan manusia, sejak dari yang besar sampai yang sekecil-kecilnya, yang nampak dan yang tidak nampak, yang terlihat dan yang tersembunyi baik di langit maupun di bumi, pasti diketahui Allah. Karena itu Allah pasti akan memberikan pembalasan yang setimpal dengan perbuatan manusia itu, perbuatan baik akan dibalasi dengan surga yang penuh kenikmatan, sedang perbuatan jahat dan dosa akan dibalasi dengan neraka yang menyala-nyala. Pengetahuan Allah meliputi yang luput dari pengetahuan-Nya.
3. Ayat 17
Pada ayat ini Luqman mewasiatkan kepada anaknya :
1. Selalu mendirikan shalat dengan sebaik-baiknya, sehingga shalat itu diridhai Allah. Jika shalat yang dikerjakan itu diridhai Allah perbuatan keji dan munkar dapat dicegah. Jika tetap demikian halnya, maka jiwa menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri orang itu, dan mereka tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan Tuhan, dan merasa dirinya semakin dekat dengan Tuhannya.
2. Berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang diridhai Allah dan berusaha agar manusia tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa, berusaha membersihkan jiwa dan mencapai keberuntungan.
3. Selalu bersabar terhadap segala macam cobaan yang menimpa, akibat dari mengajak manusia berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang mungkar, baik cobaan itu dalam bentuk kesenangan dan kemegahan maupun dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan.
Luqman menyuruh anaknya untuk menegakkan shalat dengan sempurna sebagaimana telah diatur oleh syariat. Sebab, shalat adalah tiang agama dan pencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Luqman juga menyuruh anaknya untuk menyeru orang berbuat makruf, yaitu setiap kebaikan dan petunjuk yang dianggap baik oleh dalil akal (‘aql) dan dalil wahyu (naql). Dia juga berpesan agar anaknya itu mencegah perbuatan mungkar dengan lemah lembut dan bijaksana, yaitu segala hal yang dilarang oleh aturan-aturan yang bijaksana dan kecenderungan manusiawi yang lurus. Apabila kamu menyeru orang untuk berbuat makruf dan mencegah orang agar tidak berbuat mungkar maka pastilah kamu mendapat gangguan dari orang-orang itu, demikianlah jalan yang ditempuh oleh para nabi dan rasul. Melakukan perbuatan-perbuatan baik ini tergolong hal yang seyogyanya dilakukan setiap orang dengan antusias karena pelakunya akan diberi kedudukan yang paling mulia dan agung.
4. Ayat 18-19
Ayat ini menerangkan lanjutan wasiat Luqman kepada anaknya, yaitu agar anaknya berbudi pekerti yang baik, yaitu dengan:
1. Jangan sekali-kali bersifat angkuh dan sombong, suka membangga-banggakan diri dan memandang rendah orang lain. Tanda-tanda seseorang yang bersifat angkuh dan sombong itu ialah :
a. Bila berjalan dan bertemu dengan temannya atau orang lain, ia memalingkan mukanya, tidak mau menegur atau memperlihatkan sikap ramah kepada orang yang berselisih jalan dengannya.
b. Ia berjalan dengan sikap angkuh, seakan-akan di jalan ia yang berkuasa dan yang paling terhormat.
2. Hendaklah sederhana waktu berjalan, lemah lembut dalam berbicara, sehingga orang yang melihat dan mendengarnya merasa senang dan tenteram hatinya. Berbicara dengan sikap keras, angkuh dan sombong itu dilarang Allah karena pembicaraan yang semacam itu tidak enak didengar, menyakitkan hati dan telinga, seperti tidak enaknya suara keledai.
Jangan kamu memalingkan wajahmu dari orang karena sombong dan meremehkan mereka, namun hadapkanlah wajahmu kepadanya serta tersenyumlah. Bersikap lunaklah kepada hamba-hamba Allah dan jangan berjalan di muka bumi dengan sombong dan angkuh karena Allah tidak menyukai setiap orang yang tinggi hati dan tinggi lidah serta bangga diri di hadapan orang-orang sehingga merasa lebih daripada mereka.
Rendah hatilah ketika kamu berjalan, jangan berjalan dengan sikap sombong dan angkuh, jangan mengeraskan suaramu lebih daripada yang diperlukan bila kamu berbicara karena ini termasuk etika yang baik sekaligus menunjukkan kesempurnaan akal. Suara yang paling buruk, paling keji, dan paling jelek adalah suara keledai. Maka janganlah kamu menyerupai suaranya dengan mengeraskan suaramu lebih daripada yang diperlukan.

C. KESIMPULAN
Pada QS. Al-Maidah :67, Allah mewajibkan untuk menyampaikan apa yang diturunkan-Nya dan jangan pernah khawatir dalam menyampaikan itu terhadap seorang pun, dan jangan takut akan ditimpa karenanya. Dan jika tidak menyampaikan apa yang telah diturunkan oleh Allah dengan kata lain disembunyikan, sekalipun hanya untuk sementara, karena takut disakiti orang, baik dengan perkataan atau perbuatan, maka sudah cukup merupakan dosa.
Pada QS. An-Nahl: 125, Allah menyuruh rasulullah menempuh cara berdakwah dan berdiskusi dengan cara yang baik. Sedangkan petunjuk (al-hidayah) dan kesesatan (al-dlalal) serta hal-hal yang terjadi di antara keduanya sepenuhnya dikembalikan kepada Allah swt. karena Dia-lah yang lebih mengetahui keadaan orang-orang yang tidak dapat terpelihara dirinya dari kesesatan, dan mengembalikan dirinya kepada petunjuk.
Pada QS. Luqman: 15-19, kepatuhan tertinggi harus diberikan kepada Allah swt, karena Dia-lah yang menciptakan semuanya. Hendaklah tiap bapak atau ibu menasihati anaknya supaya melakukan shalat, berbuat baik, melarang melakukan yang mungkar, dan sabar menghadapi semua cobaan hidup. Apabila berbicara dengan orang lain, maka berhadapan mukalah. Jangan miring, sehingga memperlihatkan kesombongan. Jangan berlaku sombong dan membangga-banggakan diri, karena tidak seorangpun manusia yang senang diperlakukan seperti itu. Orang yang sombong dan membangga-banggakan diri itu tidak banyak kawan, tetapi banyak lawan.
Itulah metode pendidikan yang telah dicontohkan, bahwa dalam menyampaikan tidak ada yang boleh disembunyikan, harus berdakwah dan berdiskusi dengan cara baik, lemah-lembut, dan tidak berlaku sombong serta membangga-banggakan diri.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV. Toha Putra
Al-Qarni, Aidh, 2008, Tafsir Muyassar Jilid I, Jakarta: Qisthi Press
Al-Qarni, ‘Aidh, 2008, Tafsir Muyassar Jilid II, Jakarta: Qisthi Press
Al-Qarni, ‘Aidh, 2008, Tafsir Muyassar Jilid III, Jakarta: Qisthi Press
Dahlan dan M. Zaka alfarisi,2004, Asbabun Nuzul, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro
Hafizh Dasuki, 1993, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VIII juz 19-20-21, Semarang: PT. Citra Efhar
Masyur, Kahar,1986, Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Ilmu Pengetahuan Akhlak dan Iman, Jakarta: Kalam Mulia
Nata, Abuddin, 2002, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo Persada
Yusuf Ali, Abdullah, 1994, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, Bogor : PT. Pustaka Litera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar