Halaman

Assalamu'alaikum, have barokah day ;)

Rabu, 14 Oktober 2009

Makalah Fiqih

MUKADDIMAH

Secara kebahasaan ( etimologis ), nikah memiliki makna Ad-Dlomm wa Al-jamu’u, yang berarti “berkumpul dan menjadi satu”. Redaksi kata nikah suatu kali juga dipakai untuk merujuk pada makna “persetubuhan” dan atau “transaksi “ secara umum. Oleh syariat, lafazh nikah kemudian diberi muatan makna sedemikian rupa sehingga ia kini berarti “akad atau transaksi tertentu yang berkaitan dengan peristiwa menikahkan”. Pernikahan, yang pada tempat lain juga disebut dengan perkawinan, adalah suatu akad yang mengkolaborasi pembolehan untuk bersenang-senang dengan perempuan, melalui beberapa cara semisal wathi alias bersetubuh, mencium, memegang, menggauli dan lain-lain bentuk perhubungan yang hanya mungkin dilakukan oleh suami istri. Hanya saja, wanita tersebut harus bukan wanita yang diharamkan (mahram) oleh sebab terdapat ikatan lain seperti ikatan keturunan (nasab), persusuan (radla’) dan kekerabatan (shahr). Perkawinan juga boleh dipahami sebagai suatu akad tertentu yang ditetapkan oleh syariat untuk memberikan legalitas kepemilikan dalam melakukan (istimta’) bagi pihak laki-laki, dan legalitas kehalalan untuk melakukan istimta’ untuk pihak perempuan.
Pada defenisi ini, terdapat semacam perbedaan, dan bukan kesenjangan, berkaitan dengan hak-hak yang didapatkan oleh suami istri dari setiap lembaga sosial yang bernama perkawinan itu. Hak seorang suami adalah “kepemilikan istimta’” dan sebaliknya. Hal penting yang bisa kita tarik dari kenyataan tersebut adalah bahwa seorang istri merupakan hak milik khusus bagi suaminya, dan karena itulah hak istimta’ terhadap seorang istri mutlak menjadi hak prerogatif suaminya, bukan haknya laki-laki lain. Sementara itu, bagi seorang istri perkawinan hanya berarti penghalalan untuk melakukan istimta’ yang sebelum itu diharamkan baginya. Karena hak seorang suami adalah hak kepemilikan, maka lantas dia oleh syariat diperbolehkan untuk beristri lebih dari satu (poligami). Dan karena hak seorang istri terbatas pada penghalalan istimta’, maka tidak ada ceritanya syariat memperbolehkan perempuan menikah dengan banyak pria (poliandri).
Lalu timbul pertanyaan, secara spesifik, apakah yang sebenarnya dikehendaki syariat terhadap institusi pernikahan? Dalam pola pikir syariat, pernikahan dimaknai sebagai apa, sekedar persetubuhankah atau suatu akad dan transaksi tertentu?
Para ahli di bidang Ushul Fiqh dan Bahasa Arab menyebutkan bahwa pengertian nikah secara denotatif adalah persetubuhan, sedangkan pemakaian kata tersebut untuk pengertian akad hanyalah sebagai makna konotatif belaka. Ini dipakai misalnya dalam ayat, “Wa la tankihuu ma nakaha aba’ukum minan nisa’I”. mengikuti alur pemikiran para Ahli Ushul Fiqh dan Ahli Bahasa, ayat tersebut bermakna “Janganlah kalian menyetubuhi perempuan-perempuan yang telah disetubuhi ayah-ayah kalian”.
Lain halnya dengan pandangan para Ahli Fiqh, terutama pandangan dari para pemuka madzhab empat. Bagi mereka, makna denotatif dari kata nikah adalah Akad atau Transaksi tertentu, yang biasa kita sebut dengan akad nikah. Az-Zamakhsari, pembesar madzhab Hanafi, misalnya menyebutkan bahwa tidak satupun kata nikah di dalam al-Qur’an yang berarti persetubuhan kecuali dalam ayat “Hatta tankiha zawjan ghairahu”. Dengan demikian syariat dalam arti hukum islam atau fiqh islam, secara spesifik menghendaki makna nikah dalam kapasitasnya sebagai sebuah akad.
Ketentuan pernikahan sendiri diperoleh dari tiga dalil syariat secara sekaligus, dari Al-Qur’an, Sunah maupun Ijma’. Di dalam Al-Qur’an disebutkan “Fankihuu ma thaba lakum minan nisa’I matsna wa tsulatsa wa ruba”. Sementara itu, Nabi juga bersabda yang artinya “Wahai para pemuda, siapapun dari kalian yang memiliki kemampuan untuk berumah tangga, segeralah menikah! Karena dengan pernikahan, mata dan kemaluan kalian akan terjaga. Dan barang siapa merasa belum berkemampuan , berpuasalah! Karena di sanal;ah media menjauhkan diri dari maksiat”. (HR. Bukhari Muslim)
Kendatipun begitu, syariat melihat bahwa kategori hukum yang berlaku dalam setiap proses pernikahan bisa jadi berlainan antara satu pribadi dengan pribadi yang lain, tergantung pada kondisi individual dari pelaku pernikahan itu sendiri. Ia mungkin berhukum wajib, mungkin sunnah bahkan mungkin saja haram.
Ala kulli hal, terlepas dari pro dan kontra berkaitan dengan hukum, di dalam pernikahan sendiri sebenarnya terkandung banyak hikmah. Diantaranya adalah, menjauhkan diri dari keharaman zina, mempertahankan ras manusia, meneruskan keturunan, mencegah terputusnya nasab, membangun ikatan keluarga yang notabenenya adalah ikatan terkecil dalam konteks sosial masyarakat, mewujudkan sikap saling tolong menolong diantara kedua belah pihak suami istri, dan lain sebagainya.
PERNIKAHAN

A. Pengertian Nikah
1. Menurut bahasa; berkumpul atau bersetubuh
2. Menurut istilah syara’
Akad yang menghalalkan hubungan suami istri dengan lafazh nikah, kawin atau tazwij atau arti dari keduanya.
3. Menurut Undang-undang pernikahan
Ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita dalam sebuah rumah tangga berdasarkan tuntutan agama.
Pernikahan nikah menurut syara’ sudah jelas bahwa pelaksanaan nikah sepenuhnya tergantung pada peraturan agama. Adapun pengertian nikah menurut UU perkawinan, pencatatannya dapat dilakukan di kantor sipil, sedangkan pelaksanaan nikah menurut agama yang dianutnya. Bila tidak dilakukan menurut aturan agama yang dianutnya, maka perkawinan dianggap tidak sah menurut UU perkawinan.
B. Anjuran Nikah
Islam sangat menganjurkan nikah karena nikah adalah kebutuhan primer agar terhindar dari kemaksiatan dan menciptakan rasa aman, tentram secara penuh dengan rasa kasih sayang dalam keluarga.



1. Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 :
            ••   •      
Artinya : Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya. Dia telah menjadikan dari dirimu sendiri pasangan kamu, agar kamu hidup tenang bersamanya dan Dia jadikan rasa kasih sayang sesama kamu. Sesungguhnya dalam hal itu menjadi pelajaran bagi kaum yang berpikir.
2. Diantara kaum muslimin ada yang takut menikah dikarenakan takut memikul beban rumah tangga yang demikian berat. Bagi mereka yang mempunyai perasaan seperti itu Allah memberikan suatu motivasi yaitu akan ada jalan untuk mengatasi kesulitan dan kemiskinan, sebagaimana firman Allah SWT :
                   
Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Megetahui”. ( QS. A-Nur : 32 )
3. Istri yang shalehah merupakan kekayaan terbaik.
Dalam hadits Rasulullah bersabda :
الدنئامتاعوحئرمتاءهاالراةالصالحة (رواه مسلم)
Artinya : Dunia itu laksana perhiasan dan sebaik-baik perhiasaan adalah wanita shalehah. ( HR. Muslim )
C. Hukum Nikah
1. Wajib
Bagi yang sudah ada keinginan, dan ada kemampuan membiayai perkawinan dan rumah tangga, sedangkan bila tidak menikah dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam perzinahan.
Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 3 :
                              
Artinya : Maka nikahilah wanita yang baik bagimu, dua,tiga, atau empat, maka jika kamu khawatir akan tidak berlaku adil, maka cukuplah satu saja.
Sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Artinya : “ Wahai para pemuda barang siapa diantara kamu (menanggung) biaya, maka nikahilah, karena sesungguhnya nikah itu dapat menjaga pandangan mata (pada maksiat) dan dapat memelihara kehormatan, dan barang siapa tidak sanggup hendaklah berpuasa karena berpuasa itu dapat melemahkan syahwat. ( Muttafaq Alaih ).
2. Sunnah
Bagi yang sudah ada keinginan, ada kemampuan tetapi ia masih sanggup memelihara diri dari berbuat zina. Nikah baginya lebih baik daripada menahan diri seperti pendeta. Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Said bin Abi Waqosh bahwa Rasulullah SAW. Bersabda :
ان الله ابدلنابالرهبانئةا لحنفئةالسمحة ( رالطبرانى)
Artinya : “ Sesungguhnya Allah SWT menggantikan cara kependetaan dengan cara yang lurus lagi ramah (kawin) kepada kita”.
3. Haram
Bagi yang tidak ada kemampuan memberikan nafkah lahir dan batin, serta nafsunya tidak mendesak atau bila perkawinan ini akan mendatangkan penderitaan dan teraniaya istri.
4. Makruh
Bagi yang tidak mempunyai kemampuan untuk memberi nafkah lahir dan batin walaupun tidak merugikan istri.
5. Mubah
Bagi yang terdesak oleh alasan yang mawajibkan segera menikah atau alasan yang megharamkan nikah.
D. Tujuan Nikah
Tujuan menikah mempunyai sasaran yang mulia yaitu terbentuknya suatu perilaku yang terpuji baik secara individu keluarga maupun masyarakat.
Secara rinci tujuan nikah adalah :
1. Memenuhi kebutuhan seks ( Syahwat )
Allah menciptakan manusia dilengkapi dengan naluri yang demikian kuat, kalau naluri seks ini tidak ada jalan keluarnya akan menimbulkan masalah serius. Individu akan mencari pemuasan naluri seks dengan cara masing-masing. Oleh karena itu Allah menetapkan pernikahan sebagai pemenuhan kebutuhan umat-Nya, agar tercipta rumah tangga dan masyarakat yang tentram dan penuh kasih sayang.
2. Memelihara keturunan
Tanpa pernikahan akan terjadi kesulitan pengembangan keturunan , karena beban memelihara, membesarkan dan mendidik anak akan bertumpu pada istri semata, sedangkan laki-laki berpangku tangan, akibatnya suatu ketika perempuan tidak mau lagi melahirkan anak.
3. Menyambung silaturahmi
Pernikahan merupakan suatu sarana yang sangat baik guna menyambung silaturahmi antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya, atau untuk merekatkan hubungan kekeluargaan yang hubungannya sudah jauh.
E. Persiapan Nikah
1. Melamar
a. Memilih Istri
Islam menganjurkan agar memilih istri yang shalehah yang merupakan sebaik-baiknya perhiasan. Adapun yang dimaksudkan dengan istri yang shalehah adalah yang mentaati agama dengan baik, memperhatikan hak-hak suami serta memelihara anak-anaknya dengan baik. Rasulullah bersabda : “ Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, karena kecantikannya dan agamanya. Tetapi pilihlah yang beragama agar selamatlah kamu ( HR. Bukhari dan Muslim ).
b. Memilih Suami
Kepada wali dalam memilihkan calon suami bagi anaknya, atau anak itu yang akan memilih calon suaminya, hendaknya diperhatikan bahwa calon suami adalah laki-laki yang taat melaksanakan agama, berakhlak mulia serta keturunan orang baik-baik. Bila norma ini ditaati niscaya dia akan dapat menggaulinya dengan baik, dan kalau menceraikan, maka dia aka menceraikan dengan baik pula.
c. Melamar
Melamar ialah seorang laki-laki meminta kepada seseorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara yang sudah berlaku dalam masyarakat. Meminang merupakan usaha pendahuluan dalam rangka pernikahan.
Perempuan yang boleh dipinang :
- Perempuan yang tidak ada halangan hukum yang mencegah sahnya nikah.
Perempuan yang tidak boleh di lamar :
- Yang sudah bersuami
- Yang dalam masa Iddah
- Yang termasuk mahram
- Yang sudah dipinang orang lain.
2. Rukun dan Syarat Nikah
Pernikahan dianggap sah bila memenuhi rukun dan syarat menurut agama. Rukun nikah ada lima :
a. Pengantin laki-laki
Syaratnya, beragama Islam, tidak dipaksa, bukan mahram, tidak sedang melaksanakan ibadah haji atau umroh.
b. Pengantin perempuan
Syaratnya :
- Beragama Islam
- Bukan mahram
- Tidak sedang melakukan ibadah haji atau umroh
c. Wali
Syaratnya :
- Beragama Islam
- Baligh
- Berakal sehat
- Adil
- Laki-laki
- Mempunyai hak mejadi wali
d. Dua orang saksi
Syaratnya :
- Beragama Islam
- Baligh
- Berakal sehat
- Adil
- Laki-laki
- Mengerti maksud akad nikah
e. Ijab Kabul
Syaratnya :
- Lafadz yang dipakai dalam ijab kabul adalah kata : nikah, zawaj, atau kawin.
- Ada persesuaian antara ijab dan kabul
- Berturut-turut atau bersambung antara ijab dan kabul.
- Tidak memakai syarat yang dapat menghalangi kelangsungan pernikahan.
f. Mahar atau mas kawin
Yang dimaksud mahar atau mas kawin ialah pemberian seorang laki-laki kepada seorang perempuan disebabkan terjadinya perikahan diantara keduanya. Pemberian ini hukumnya wajib bagi laki-laki, tetapi tidak termasuk rukun nikah, sehingga jika tidak disebutkan sewaktu akad nikah maka perkawinan tetap sah.
Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 4 :
    
Artinya : Berikanlah mahar kepada perempuan ( yang kau nikahi ) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.
1. Macam dan ukuran mas kawin
Mas kawin tidak terbatas macam dan ukurannya, mas kawin dapat berupa :
a. Benda
b. Uang
c. Jasa
2. Ukuran mas kawin
Besarnya mas kawin tidak ada batasnya, berapapun besarnya boleh saja, ukuran kecilpun tidak ada batasnya, minimal suatu yang bermanfaat.
Abu Daud Meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
نزوج ولوحناتم من حدئد ( رواه ابوداود)
Artinya : Nikahlah kamu meskipun dengan ( mas kawin ) sebuah cincin dari besi.
g. Hak dan Kewajiban suami istri
1) Kewajiban suami terhadap istri
a. Membayar mas kawin
b. Memberikan nafkah secukupnya yang berupa sandang, pangan dan papan. Ukuran besarnya nafkah tergantung pada kemampuan suami bukan tergantung kebutuhan istri.
c. Menggauli istri sebagaimana mestinya dengan baik dan penuh kasih sayang.
d. Melindungi dan membimbing keluarga kearah yang benar.
2) Kewajiban istri terhadap suaminya
a. Taat dan patuh terhadap suami
b. Menjaga diri, kehormatan dan rumah tangga.
c. Bersyukur atas nafkah yang diberikan suaminya dengan cara mengatur dan menggunakan dengan sebaik-baiknya.
d. Membantu suami dalam mengatur rumah tangga agar tercapai kesejahteraan lahir dan batin.
3) Kewajiban bersama suami dan istri.
a. Mendidik putra-putri dengan sebaik-baiknya, agar terwujud rumah tangga yang aman, damai, penuh kasih sayangserta mencari ridha Allah SWT.
b. Berbakti kepada kedua orang tua kedua belah pihak serta menjalin silaturahmi dengan semua anggota keluarganya.
c. Serta saling menutupi rahasia rumah tangga agar keluarga tetap utuh.
d. Saling membantu dalam suka maupun duka.
F. Hikmah Nikah
1. Memenuhi kebutuhan seks
Pernikahan merupakan satu-satunya jalan keluar yang paling tepat guna memenuhi kebutuhan tersebut.
2. Memelihara kesucian keturunan
Pada zaman sekarang ini banyak anak-anak yang mempunyai ibu tetapi tidak mempunyai bapak, bahkan ada yang tidak tahu ibu dan bapaknya.
3. Memupuk naluri kebapakan dan keibuan
Semua manusia secara fitrah sudah mempunyai naluri kebapakan dan keibuan, bagi mereka yang sudah menikah naluri tersebut akan tumbuh dan berkembang sehingga dapat mendatangkan ketenangan, ketentraman baik batin ayah, ibu maupun anak.
4. Menyambung silaturahmi
Hubungan famili yang sudah jauh dapat dieratkan kembali dengan adanya pernikah
G. Macam-macam Nikah
1. Nikah syighar
Adalah seorang laki-laki menikahkan anak perempuan, saudara perempuan atau budak perempuannya kepada seorang laki-laki dengan syarat laki-laki tersebut menikahkan anak perempuan, saudara perempuan atau budak perempuannya kepadanya, baik ketika adanya maskawin maupun tanpa maskawin dalam kedua pernikahan tersebut. Para ulama telah sepakat mengharamkan nikah syighar, hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai keabsahan nikah syighar.
2. Nikah Muhallil
Nikah muhallil adalah seorang laki-laki (perantara) yang menikahi seorang perempuan yang sudah dicerai oleh suaminya sebanyak tiga kali, (setelah menikahi) kemudian menceraikannya dengan tujuan agar suami yang pertama dapat menikahinya kembali.
3. Nikah Mut’ah
Adalah seorang lelaki yang menikahi seorang perempuan untuk waktu tertentu sehari, dua hari atau lebih dengan memberikan imbalan kepada pihak perempuan berupa harta atau lainnya.
Nikah mut’ah pernah diperbolehkan oleh Rasulullah shallallahu alayhi wasalam kemudian dihapus oleh Allah melalui sabda Nabi shallallahu alayhi wasalam dan beliau telah mengharamkan nikah mut’ah sampai hari kaiamat.
4. Nikah Sirri
Pernikahan yang tidak diketahui oleh siapapun dan tidak ada wali dari wanita. Pada hakikatnya ini adalah zina karena tidak memenuhi syarat sahnya nikah.
Al-qur’an dan hadits telah menunjukkan bahwa salah satu syarat sahnya nikah adalah adanya wali. Pernikahan ini tidak sah dan harus dibatalkan.


KESIMPULAN
1. Nikah adalah akad yang menghalalkan hubungan suami istri.
2. Hukum nikah ada empat yaitu sunat, haram, wajib dan makruh
3. Tujuan nikah :
a. Memelihara kebutuhan seks
b. Memelihara keturunan
c. Menyambung silaturahmi
4. Melamar
a. Memilih istri sesuai dengan keinginannya
b. Wanita dipilih berdasarkan : Kecantikan, kekayaan, keturunan dan agama
5. Rukun nikah ada lima yaitu : Suami, istri, akad, wali dan saksi
6. Kewajiban suami yaitu membayar mahar, memberi nafkah, menggauli istri dengan baik serta menjaga dan membimbing istri. Sedangkan kewajiban istri yaitu taat, menjaga diri, mensyukuri nafkah dan membantu suami. Kewajiban bersama yaitu mendidik anak, berbakti kepada orang tua, setia dan saling bantu.
7. Mahar merupakan pemberian yang wajib dari suami pada istri setelah akad nikah. Macam mahar bisa berupa uangm benda dan jasa serta ukurannya tidak terbatas.
8. Macam-macam nikah yaitu nikah syighar, nikah muhallil, nikah mut’ah dan nikah sirri.



DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 2002. Buku Pelajaran Fiqih untuk Madrasah Tsanawiyah. Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Kamal, Abu malik. Shahih Fikih Sunnah. Jakarta: Pustaka Azzam
Sabiq, Sayyid. 1990. Fikih Sunnah jilid 6. Bandung: PT. Al-Ma’arif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar