Halaman

Assalamu'alaikum, have barokah day ;)

Rabu, 14 Oktober 2009

Makalah Tafsir


PENDAHULUAN


            Ayat-ayat dalam makalah ini membicarakan tema dengan titik sentral kepribadian Rasulullah SAW. hakikat kenabiaannya yang mulia, nilai hakikat yang besar ini bagi kehidupan masyarakat sosial umat Islam, dan sejauh mana rahmat Allah menggapai umat ini. Di sekeliling titik sentral ini terdapat beberapa garis lain mengenai manhaj islami dalam mengatur kehidupan kaum muslimin dan prinsip-prinsip penataan ini.
            Hakikat pokok yang terajut pada titik sentralnya, yaitu hakikat kenabian yang mulia, niscaya kita jumpai hakikat rahmat Ilahi yang terlukis dalam akhlak Nabi SAW. dan tabiat beliau yang baik, penuh kasih sayang, dan lemah lembut, yang menarik hati dan jiwa manusia di sekitarnya. Kita jumpai pula pokok peraturan yang menjadi landasan tegaknya kehidupan masyarakat Islam, yaitu syura (musyawarah), yang diperintahkan untuk dilakukan pada tempatnya.
            Untuk mewujudkan suatu masyarakat madani, maka kita sebagai umat Islam harus meneladani akhlak Rasulullah SAW. dimana dengan akhlak seperti itu masyarakat sosial akan tergerak hatinya untuk mengikuti kita.
            Maka sebagai tanggung jawab seorang Muslim terhadap masyarakat, dalam kondisi bagaimanapun adalah harus bersikap seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. kita dianjurkan untuk peduli terhadap sesama.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang berhati lembut dengan rahmat Allah, semoga sifat kaku, keras dan kasar yang masih menghinggapi hati kita segera dihilangkan Allah dan diganti dengan kasih sayang, sepenuh hati, sepenuh jiwa, sepenuh rongga dada.






PEMBAHASAN


1.       QS. Al-Imran : 159

$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ÍöDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ

Artinya : “Maka, disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.

Penjelasan

            Firman ini ditujukan kepada Rasulullah SAW. untuk menenangkan dan menyenangkan hati beliau, dan ditujukan kepada kaum muslimin untuk menyadarkan mereka terhadap nikmat Allah atas mereka. Diingatkan-Nya kepada beliau dan kepada mereka akan rahmat Allah yang terlukis di dalam akhlak beliau yang mulia dan penyayang, yang menjadi tambatan hati para pengikut beliau. Hal itu dimaksudkan untuk memfokuskan perhatian kepada rahmat yang tersimpan di dalam hati beliau sehingga bekas-bekasnya dapat mengungguli tindakan mereka terhadap beliau dan mereka dapat merasakan hakikat nikmat Ilahi yang berupa nabi yang penyayang ini. Kemudian diserunya mereka, dimaafkannya kesalahan mereka, dan dimintakannya ampunan kepada Allah bagi mereka. Diajaknya mereka bermusyawarah dalam menghadapi urusan ini, sebagaimana beliau bisa bermusyawarah dengan mereka, dengan tidak terpengaruh emosinya terhadap hasil-hasil musyawarah itu yang dapat membatalkan prinsip yang asasi dalam kehidupan Islami.

          Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu….”

          Inilah rahmat Allah yang meliputi Rasulullah dan meliputi mereka, yang menjadikan beliau begitu penyayang dan lemah lembut kepada mereka. Seandainya beliau bersikap keras dan berhati kasar, niscaya hati masyarakat di sekitar beliau tidak akan tertarik kepada beliau dan perasaan mereka tidak akan tertambat pada beliau. Manusia itu senantiasa memerlukan naungan yang penuh kasih sayang, pemeliharaan yang optimal, wajah yang ceria dan peramah, cinta dan kasih sayang, jiwa dan kepenyantunan yang tidak menjadi sempit karena kebodohan, kelemahan, dan kekurangan mereka. Mereka memerlukan hati yang agung, yang suka memberi kepada mereka dan tidak membutuhkan pemberian dari mereka, yang mau memikul duka derita mereka dan tidak menginginkan duka deritanya dipikul mereka, dan yang senantiasa mereka dapatkan padanya kepedulian, perhatian, pemeliharaan, kelemahlembutan, kelapangan dada, cinta kasih, dan kerelaan.
            Demikianlah hati Rasulullah SAW. dan kehidupan beliau bersama masyarakat. Beliau tidak pernah marah karena persoalan pribadi, tak pernah sempit dadanya menghadapi kelemahan mereka selaku manusia, dan tak pernah mengumpulkan kekayaan dunia untuk dirinya sendiri, bahkan beliau berikan kepada mereka apa yang beliau miliki dengan lapang dada dan rasa lega. Kepenyantunan, kesabaran, kebajikan, kelemahlembutan, dan cinta kasihnya yang mulia senantiasa meliputi mereka. Tidak ada seorangpun yang bergaul dengan beliau atau melihat wajah beliau, melainkan hatinya akan dipenuhi rasa cinta kepada beliau, sebagai hasil dari apa yang dilimpahkan beliau dari jiwa beliau yang besar dan lapang.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada ku untuk mengelilingi ummatku sebagaimana Allah memerintahkanku dalam melaksanakan ibadah fardhu”.
Yang demikian itu adalah gambaran bagaimana Rasulullah menjalin kasih sayang terhadap kaum Muslimin dengan membiasakan diri bersilaturrahmi ke rumah-rumah mereka di tempat kediaman mereka, sehingga terjalinlah hubungan persaudaraaan yang terukir di dalam kalbu. Beliau sanantiasa berlapang dada untuk meaafkan kesalahan ummat, bahkan senantiasa memohonkan ampun bagi mereka sebagaimana Allah perintahkan kepada beliau.

          …. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu….”

          Dengan nash yang tegas ini, “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”, Islam menetapkan prinsip ini dalam sistem pemerintahan hingga Muhammad Rasulullah SAW. sendiri melakukannya. Ini adalah nash yang pasti dan tidak meninggalkan keraguan dalam hati umat Islam bahwa syura merupakan prinsip dasar dimana nizham Islam tidak ditegakkan di atas prinsip lain. Adapun bentuk syura beserta implementasinya, adalah persoalan teknis yang dapat berkembang sesuai dengan aturan yang berlaku di kalangan umat dan kondisi yang melingkupi kehidupannya. Maka, semua bentuk dan cara yang dapat merealisasikan syura, buka sekedar simbol lahiriahnya saja, adalah dari Islam.
Syura atau musyawarah merupakan sendi Islam dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Dalam kondisi yang bagaimanapun musyawarah merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. Begitu contoh teladan dari Rasulullah dan khalifah sesudahnya.
Kebiasaan ini telah ditempuh Rasulullah sejak mengawali langkah dakwahnya. Hampir semua urusan ummat dirundingkan bersama, bahkan hingga urusan-urusan kecil. Abu Hurairah pernah berkomentar, "Saya tidak pernah melihat seorang yang paling banyak melakukan musyawarah dengan sahabat-sahabatnya melebihi Rasulullah saw."
Musyarawah nampaknya sudah menjadi karakter Rasulullah. Meskipun beliau telah mendapatkan wahyu dan petunjuk langsung dari Allah sebagai suatu kebenaran yang mutlak, tapi beliau tetap meminta pendapat para sahabat. Hal ini dilakukan bukan karena beliau tidak tahu persoalan dan tidak mengerti solusi pemecahannya, tapi karena beliau ingin mewariskan nilai-nilai musyawarah kepada ummatnya. Agar musyawarah menjadi tradisi ummat Islam.

2.       QS. An-Nisaa’ : 36

* (#rßç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷ƒr& 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·qãsù
          Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”

Penjelasan
            Ibnu sabil di sini diartikan orang yang keputusan belanja di dalam perjalanan, anak-anak yang tidak diketahui ibu-bapaknya, orang-orang yang mengembara untuk keperluan Islam dan Muslimin.
            Dalam ayat 36 tersebut diatas, Allah menjelaskan kewajiban-kewajiban bagi seorang Muslim yang secara garis besarnya ada tiga macam. Ketiga macam kewajiban tersebut adalah :
a.       Kewajiban kepada Allah, yaitu menyembah dan tidak mempersekutukannya.
b.       Berbuat baik kepada kedua orang tua
c.       Berbuat baik kepada masyarakat, yaitu kepada keluarga dekat, tetangga dekat dan jauh, kepada orang yang berada dalam perjalanan, dan berbuat baik kepada orang-orang yang berada di bawah tanggungannya.

Dari ayat ini jelas bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak hanya berkewajiban menyembah Allah SWT, akan tetapi ia juga harus memiliki sifat peduli terhadap masyarakat di sekitarnya, sehingga boleh dikatakan bahwa ibadah seseorang tidak akan sempurna bila tidak dibarengi dengan kepedulian terhadap keadaan masyarakat sekitarnya. Sebab kalau dilihat dari segi bahasa, rangkaian perintah tadi menggunakan kata sambung wa ( artinya=dan). Maksudnya, kalau perintah menyembah Allah itu wajib maka berbuat baik kepada orang tua, kerabat, anak yatim dan sebagainya juga wajib.

Ayat itu diakhiri dengan :

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”.

Karena orang yang sombong senantiasa meremehkan semua hak orang-orang lain, memandang orang lain rendah dan hina. Sifat angkuh dan sombong jelas akan menjauhkan seseorang dari masyarakat dan tidak disenangi oleh masyarakat, sehingga akhirnya hubungan harmonis antar sesama manusia menjadi sirna. Bila hubungan antar manusia tidak lagi berjalan dengan harmonis maka hilanglah salah satu sifat manusia sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu, sifat sombong sangat dibenci oleh Allah SWT.




















KESIMPULAN


            Untuk mewujudkan masyarakat yang kita inginkan, kita harus mencontoh akhlak Nabi Muhammad dalam menata kehidupan. Hanya dengan memiliki sifat yang lemah lembut kita bisa mengajak masyarakat sosial mengikuti kita. Memaafkan mereka ketika mereka berbuat salah, dan bermusyawarah dengan mereka ketika ada suatu masalah yang harus diselesaikan.
            Seandainya bersikap keras dan berhati kasar, niscata hati orang-orang di sekitar kita tidak akan tertarik kepada kita dan perasaan mereka tidak akan tertambat pada kita. Karena manusia senantiasa memerlukan naungan yang penuh kasih sayang, wajah yang ceria dan peramah.
            Kewajiban setiap manusia adalah :
  1. Menyembah dan mengesakan Allah.
  2. Berbakti kepada kedua orang tua
  3. Berbuat baik kepada orang lain ( dalam hal ini termasuk masyarakat sosial ).

















DAFTAR PUSTAKA


Hassan. 2004. Tafsir Qur’an Al-Furqan. Surabaya : Al-Ikhwan.
Matsna,Mohammad. 1996. Qur’an Hadits. Semarang : Toha Putra
Quthb,Sayyid. 2001. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Jakarta : Gema Insani.
http://khilafatulmusliminksb.wordpress.com/2008/08/16/tafsir-qsali-imron-159-160/
http://www.geocities.com/CollegePark/4664/ap_q3159.htm





Tidak ada komentar:

Posting Komentar