Halaman

Assalamu'alaikum, have barokah day ;)

Senin, 08 Juli 2013

Sambut Ramadhan : Adab Berpuasa

Selama melakukan puasa, Nabi SAW membimbing para sahabat untuk melakukan puasa yang sebenarnya. Berulangkali beliau menegaskan bahwa puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga. Dari bimbingan Rasulullah SAW ini, Imam Al-Ghazali menyebutkan enam hal. Sambil menyanggah pendapat ahli fikih bahwa puasa sah bila syarat-syarat lahirnya dipenuhi, Al-Ghazali menyebut keenam hal ini sebagai syarat-syarat batiniah puasa. Tanpa syarat-syarat ini, puasa itu sama sekali tak ada faedahnya.

Pertama, menahan pandangan dari segala yang tercela dan dari semua yang dapat melalaikan kita dari zikir kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda: “Pandangan mata adalah anak panah beracun yang dilepaskan iblis. Barangsiapa yang menundukkan pandangannya karena takut kepada Allah, Allah akan memberikan iman kepadanya yang ia temukan manisnya iman itu dalam hatinya” (HR. Al-Thabrani). Beliau juga berkata: “Ada lima hal yang membatalkan puasa: berdusta, menggunjing, memfitnah, sumpah palsu, dan memandang dengan nafsu.”

Kedua, menjaga lisan dari kejahatan omongan, seperti menggunjing, berdusta, kata-kata kotor, kata-kata yang menusuk, apalagi memfitnah, dan mengadu domba kaum Muslimin. Pada waktu puasa, ia harus memperbanyak diam dan menyibukkan diri dengan berdzikir kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya puasa itu perisai. Bila kamu berpuasa, janganlah berkata kotor atau berlaku bodoh. Jika seseorang mengajaknya bertengkar atau mengecamnya, katakanlah, ‘Saya sedang berpuasa.’” Sekali waktu, dua orang perempuan berpuasa pada zaman Nabi SAW. Mereka ditimpa perasaan lapar dan dahaga yang tak tertahankan. Keduanya hampir pingsan. Mereka meminta izin untuk berbuka. Rasulullah SAW menyuruh orang membawa wadah dan berkata kepada kedua perempuan itu: “Muntahkan apa yang kalian sudah makan.” Mereka memuntahkan darah dan daging yang segar. Orang-orang keheranan menyaksikan peristiwa itu. Nabi SAW berkata: “Kedua perempuan itu berpuasa dari apa yang dihalalkan Allah, tetapi berbuka dengan apa yang diharamkan-Nya. Yang seorang duduk bersama yang lain, menggunjingkan orang lain. Inilah yang mereka makan berupa daging itu.” Nabi SAW menjelaskan bahwa “shauwm”, yang berarti menahan diri, dilakukan oleh kedua orang itu. Tetapi mereka hanya menahan diri dari makan dan minum yang halal. Mereka menjalankan puasa sambil menggunjing, padahal menggunjing adalah perbuatan yang haram.

Ketiga, menahan pendengaran dari semua yang dibenci dan tercela. Apa yang haram diucapkannya, haram juga didengarnya. Allah SWT mendampingkan perbuatan mendengarkan kebohongan dengan memakan harta yang haram: Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengarkan berita bohong, banyak memakan yang haram (Al-Maidah: 42). Allah SWT juga berfirman: Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka, tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram (Al-Maidah: 63). Nabi SAW menyatakan: “Yang melakukan ghibah (pergunjingan) dan yang mendengarkannya adalah sekutu dalam kejelekan” (HR. Al-Thabrani).

Keempat, menahan semua anggota badan dari berbuat dosa dan maksiat; serta menahan perut dari memakan bukan saja yang haram, tetapi juga yang syubhat. Menurut Al-Ghazali, orang yang berpuasa tetapi berbuka dengan yang haram sama seperti yang dikemukakan dalam peribahasa Arab yabni qishran wa yahdimu mishran (membangun istana dan menghancurkan kota). Nabi SAW bersabda: “Betapa banyaknya orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan dahaga.” (Musnad Ahmad, 2:441).

Kelima, tidak memperbanyak makan pada waktu berbuka. Bukankah puasa itu melemahkan nafsu. Bila nafsu dilemahkan pada siang hari dan diperkuat pada lagi pada malam hari, puasa menjadi perbuatan yang sia-sia. Al-Ghazali menyindir orang yang menyimpan dan mengumpulkan makanan untuk berbuka, yang tidak dia lakukan pada bulan-bulan yang lain. Dengan mengutip hadis, “Sekiranya setan-setan tidak merasuki hati manusia, pastilah mereka dapat melihat kerajaan (malakut) langit.” Al-Ghazali menyebut nafsu sebagai kendaraan setan. Termasuk di dalamnya nafsu makan dan hubungan intim. Dengan makan yang banyak, sangat sulit untuk dapat melakukan ibadat dengan khusyuk.

Keenam, pada waktu berbuka, hati hendaknya selalu diletakkan antara cemas dan harap. Ia harus mencemaskan ibadat dan amal salehnya. Jika tidak diterima, ia akan termasuk orang yang dimurkai Tuhan. Tetapi ia juga harus memelihara harapan . Diriwayatkan oleh Hasan al-Bashri lewat sekelompok orang yan sedang tertawa-tawa pada Hari Raya. Ia berkata, “Sesungguhnya Allah SWT menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan yang hasilnya tersembunyi bagi makhluk-Nya. Mereka berlomba-lomba menaatinya. Sebagian berhasil maju dan beruntung. Sebagian lagi tertinggal dan kecewa. Alangkah ajaibnya, orang bermain dan tertawa pada hari ketika beruntung orang yang maju dan celaka orang yang gagal. Demi Allah, sekiranya tirai disingkapkan, orang baik akan sibuk dengan kebaikannya, dan orang jelek akan sibuk dengan kejelekannya.”

Ya Allah, jadikanlah kami dan segenap umat islam termasuk orang yang puasa pada bulan ini, yang pahalanya sempurna, yang mendapatkan Lailatul Qadar, dan beruntung menerima hadiah dari-Mu. Wahai Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.

Semoga shalawat dan salam dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya.



***Dari berbagai sumber***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar