Halaman

Assalamu'alaikum, have barokah day ;)

Senin, 27 Desember 2010

Peranan Agama dan Psikologi dalam Bimbingan dan Konseling

PERANAN AGAMA DAN PSIKOLOGI
DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Pendahuluan
Agama dalam kehidupan individu merupakan kebutuhan fitri dari semua manusia. Karena itu agama haruslah menjadi landasan dalam bimbingan dan konseling. Setiap individu mempunyai berbagai macam karakter yang berbeda, maka psikologi dalam bimbingan dan konseling menjadi sangat dibutuhkan untuk penyelesaian berbagai masalah yang dihadapi individu.
Maka dari itu untuk mengungkapkan tingkah laku seseorang yang beragam dan menggambarkannya dalam bentuk skala angka atau klasifikasi tertentu digunakan tes psikologi yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi dari anak didik atau klien.
Pada makalah ini, kami membahas apa pentingnya peran agama dan psikologi dalam bimbingan dan konseling serta tes psikologi yang merupakan bagian dari bimbingan dan konseling itu sendiri.

B. Peran Agama Dalam Bimbingan dan Konseling
Agama dalam kehidupan individu merupakan kebutuhan fitri dari semua manusia. Allah telah menciptakan manusia dan telah meniupkan ruh-Nya, sehingga iman kepada Allah merupakan sumber ketentraman, keamanan dan kebahagiaan manusia, sebagaimana firman Allah yang artinya : “Ingatlah bahwa dengan mengingat Allah maka hati menjadi tenteram”.
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental (rohani) yang sehat. Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam mencapai mentalnya yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut :
a. Memelihara fitrah
Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Namun manusia mempunyai hawa nafsu (naluri atau dorongan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan), dan juga ada pihak luar yang senantiasa berusaha menggoda atau menyelewengkan manusia dari kebenaran, yaitu setan, manusia sering terjerumus melakukan perbuatan dosa. Agar manusia dapat mengendalikan hawa nafsunya dan terhindar dari godaan setan (sehingga dirinya tetap suci), maka manusia harus beragama, atau bertakwa kepada Allah, yaitu beriman dan beramal shaleh, atau melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Apabila manusia telah bertakwa kepada Tuhan, berarti dia telah memelihara fitrahnya, dan ini juga berarti bahwa dia termasuk orang yang akan memperoleh rahmat Allah.
b. Memelihara jiwa
Agama sangat menghargai harkat dan martabat atau kemuliaan manusia. Dalam memelihara kemuliaan jiwa manusia, agama mengharamkan atau melarang manusia melakukan penganiayaan, penyiksaan atau pembunuhan, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.
c. Memelihara akal
Allah telah memberikan karunia kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya, yaitu akal. Dengan akalnya inilah manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan buruk, atau memahami dan menerima nilai-nilai agama, dan mengembangkan ilmu dan teknologi, atau mengembangkan kebudayaan. Melalui kemampuan inilah manusia dapat berkembang menjadi makhluk yang berbudaya (beradab). Karena pentingnya peran akal ini, maka agama memberi petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan memeliharanya.
d. Memelihara keturunan
Agama mengajarkan kepada manusia tentang cara memelihara keturunan atau sistem regenerasi yang suci. Aturan atau norma agama untuk memelihara keturunan itu adalah pernikahan. Menurut Zakiah Darajat (1982) salah satu peranan agama adalah sebagai terapi (penyembuhan) bagi gangguan kejiwaan. Pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi seseorang dari kejatuhan kepada gangguan jiwa dan dapat pula mengembalikan kesehatan jiwa bagi orang yang gelisah.
Dalam layanan bimbingan dan konseling unsur-unsur agama tidak boleh diabaikan dan justru harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mencapai kesuksesan dan juga sebagai upaya konselor dalam membahagiakan klien. Dengan demikian peranan agama dalam bimbingan dan konseling adalah :
1. Agama sebagai penenang jiwa, ketika individu dihadapkan pada suatu masalah maka akan terjadi konflik pada hatinya dan suasana hati dan pikirannya tidak menentu, peran agama di sini, individu itu dituntut untuk mandiri kepada Tuhannya karena akan memberi ketenangan dalam dirinya dan mampu mengatasi masalahnya.
2. Agama berperan sebagai motivator umtuk memiliki sikap dan tingkah laku sesuai dengan tuntunan agama.
Sementara, dalam ungkapan yang senada, Jalaluddin mengatakan bahwa peranan agama dalam kehidupan manusia adalah :
1. Agama berperan sebagai edukatif. Agama mengandung dua unsur yaitu melarang dan menyuruh, kedua unsur ini mempunyai latar belakang mengarahkan dan melaukukan bimbingan agar penganut menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama.
2. agama berperan sebagai sosial kontrol, yaitu agar individu menjadikan agama sebagai norma, sehingga individu dapat mengontrol dirinya sudah sesuai belum karakter dengan norma agama yang dilaksanakan.
3. Agama berperan sebagai kreator, yaitu individu yang dalam menghadapi masalahnya untuk melakukan hal-hal yang produktif agar dapat melakukan hal-hal yang berguna bagi dirinya sendiri.
Pemberian layanan bimbingan semakin diyakini kepentingannya bagi anak atau siswa, mengingat dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini cenderung lebih komplek, terjadi perbenturan antara berbagai kepentingan yang bersifat kompetitif baik menyangkut aspek politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun aspek-aspek yang lebih khusus tentang perbenturan ideologi, antara yang hak (benar) dan batal (salah).
Untuk memanfaatkan unsur-unsur agama tersebut dalam bimbingan dan konseling seorang konselor tidak harus menjadi ulama atau ahli agama terlebih dahulu, atau mengubah suasana konseling yang netral menjadi pastoral. Pemanfaatan unsur-unsur agama itu hendaknya secara wajar, tidak dipaksakan dan tetap menempatkan klien sebagai seorang yang bebas dan berhak mengambil keputusan sendiri. Untuk tetap memberikan peran positif agama dalam bimbingan dan konseling sambil menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka konselor hendaknya:
1. Konselor merupakan orang yang beragama dan mengamalkan ajaran agama dengan baik, keimanan dan ketakwaannya sesuai dengan agama itu.
2. Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan permasalahan klien.
3. Konselor harus benar-benar memperhatikan dan menghormati agama klien, apabila konselor berbeda agama, maka pemasukan unsur-unsur agama tersebut hendaknya seminimal mungkin dan hanya unsur-unsur agama yang tidak mempertentangkan agama satu dengan agama yang lainnya. Tetapi apabila konselor dan klien seagama, maka pemanfaatan unsur-unsur agama lebih intensif sesuai dengan tahap perkembangan suasana konseling.
Landasan religius dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper”, pemberi bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling pada klien atau peserta didik. Konselor seyogianya menyadari bahwa memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien merupakan salah satu kegiatan yang bernilai ibadah, karena di dalam proses bantuannya terkandung nilai “amar ma’ruf nahi munkari” (mengembangkan kebaikan dan mencegah keburukan). Agar layanan yang diberikan itu bernilai ibadah, maka kegiatan tersebut harus didasarkan kepada keikhlasan dan kesabaran.
Jadi, peran agama dalam bimbingan dan konseling sangatlah penting. Karena agama sebagai pedoman hidup bagi manusia, khususnya anak didik yang memiliki masalah atau kegelisahan dalam kehidupannya sehari-hari dan seluruh manusia pada umumnya. Pada diri seorang konselor pun agama haruslah menjadi landasan dalam melakukan bimbingan dan koseling terhadap klien, karena hal ini merupakan salah satu kegiatan yang bernilai ibadah.

C. Peran Psikologi Dalam Bimbingan dan Konseling
Sebagaimana telah dipahami bahwa psikologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia. Kajian psikologi merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Dalam kegiatan bimbingan dan konseling hendaknya aspek psikologi perlu diikutsertakan, karena peranan psikologi dalam bimbingan dan konseling berarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien).
Pada hakikatnya individu diciptakan dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani, keseimbangan kehidupan kedua unsur ini dapat menjadikan individu dewasa yang sehat dan sejahtera lahir dan batin. Titik beratnya untuk kehidupan lebih lanjut, adalah terletak pada sejauhmana keseimbangan kedua unsur kehidupan tersebut dapat diwujudkan dalam bimbingan dan konseling.
Dasar-dasar psikologis dari pekerjaan bimbingan bertumpu pada perbedaan-perbedaan diantara individu-individu, perbedaan-perbedaan di dalam individu, keterhubungan antara kesanggupan dan keperluan, kurva mengenai pertumbuhan belajar, sifat kepribadian, dan penyesuaian.
Dalam hubungan ini, petugas bimbingan perlu sekali mengetahui akan kemampuan dan keterbatasan individu-individu yang dilayaninya, agar supaya bimbingan yang diberikannya dapat mengenai sasaran yang tepat dan layak, dalam arti agar individu-individu itu dapat diarahkan kepada pengembangan diri mereka secara wajar dan layak pula.
Peranan aspek psikologi dalam bimbingan dan konseling yang bertujuan membantu klien dalam memecahkan masalahnya yaitu :
1. Peran psikologi sebagai metode dalam mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh klien.
2. Peran psikologi sebagai diagnosis masalah agar dapat dicari solusi masalah yang tepat yang sesuai dengan karakter masalah klien dan kejiwaan klien.
3. Peran psikologi sebagai motivator kepada klien untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri dalam menghadapi masalah sendiri.
4. Peran psikologi sebagai pengevaluasi atas solusi masalah yang dihadapi klien, sudah berjalan secara maksimal atau belum.
Agar perkembangan pribadi peserta didik itu dapat berlangsung dengan baik, dan terhindar dari munculnya masalah-masalah psikologis, maka mereka perlu diberikan bantuan yang bersifat pribadi. Bantuan yang dapat memfasilitasi perkembangan peserta didik melalui pendekatan psikologis adalah layanan bimbingan dan konseling. Bagi konselor memahami aspek-aspek psikologis pribadi klien (konsele) merupakan tuntutan yang mutlak, karena pada dasarnya layanan bimbingan dan konseling merupakan upaya untuk memfasilitasi perkembangan aspek-aspek psikologis, pribadi atau perilaku klien, sehingga mereka memiliki pencerahan diri dan mampu memperoleh kehidupan yang bermakna ( kehidupan yang maslahat dan sejahtera), baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Aspek psikologis dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pribadi yang perlu dipahami oleh konselor atau pembimbing agar dapat memberikan layanan bimbingan dan konseling secara akurat dan bijaksana, dalam upaya memfasilitasi individu atau peserta didik mengembangkan potensi dirinya secara optimal, yaitu tentang :
1. Motif dan Motivasi
Salah satu aspek psikis yang penting diketahui adalah motif, karena keberadaannya sangat berperan dalam tingkah laku individu. Pada dasarnya tidak ada tingkah laku yang tanpa motif, artinya setiap tingkah laku individu itu bermotif. Konselor perlu memahami motif klien dalam bertingkah laku. Motivasi erat kaitannya dengan perhatian. Tingkah laku yang didasari oleh motif tertentu biasanya terarah pada suatu objek yang sesuai dengan isi atau tema kandungan motifnya.
2. Pembawaan dan Lingkungan
Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa kondisi mental fisik tertentu. Apa yang dibawa sejak lahir, itulah yang sering disebut dengan pembawaan. Kondisi pembawaan itu selanjutnya akan terus tumbuh dan berkembang. Akan tetapi pertumbuhan dan perkembangan itu tidak dapat terjadi dengan sendirinya, tetapi memerlukan sarana dan prasarana yang semuanya berada dalam lingkungan individu yangh bersangkutan. Optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan isi pembawaan itu amat tergantung pada tersedia dan dinamika prasarana serta sarana yang ada di lingkungan itu.
Lingkungan adalah segala hal yang mempengaruhi individu, sehingga individu itu terlibat atau terpengaruh karenanya. Dengan kata lain bahwa hubungan antara pembawaan manusia dengan lingkungan itu bersifat saling mempengaruhi (reciprocal influencies).
3. Perkembangan Individu
Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa hereditas tertentu. Hal ini berarti bahwa karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan dari pihak orang tuanya. Karakteristik tersebut menyangkut fisik (seperti struktur tubuh, warna kulit, dan bentuk rambut) dan psikis atau sifat-sifat mental (seperti emosi dan kecerdasan). Hereditas merupakan aspek bawaan dan memiliki potensi untuk berkembang. Seberapa jauh perkembangan individu itu terjadi dan bagaimana kualitas perkembangannya, bergantung kepada kualitas hereditas dan lingkungan yang mempengaruhinya. Lingkungan (environment) merupakan faktor penting disamping hereditas yang menentukan perkembangan individu.
Perkembangan dapat berhasil dengan baik, jika faktor-faktor tersebut bisa saling melengkapi. Untuk mencapai perkembangan yang baik harus ada asuhan terarah. Asuhan dalam perkembangan dengan melalui proses belajar ering disebut pendidikan.
Tugas-tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu. Apabila berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan perkembangan berikutnya. Apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan berikutnya. (Havighurst, 1961).
Dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanannya konselor menghadapi individu-individu yang sedang berkembang. Oleh karena itu, selain konselor harus memahami secara terpadu kondisi berbagai aspek perkembangan individu pada saat pelayanan bimbingan dan konseling diberikan, juga harus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depannya. Dengan demikian, dinamika perkembangan klien yang telah berlangsung sebelumnya akan dapat menjadi dasar upaya diagnosis, prognosis, dan pemberian bantuan bagi individu.
4. Belajar, balikan dan penguatan.
Dalam seluruh proses pendidikan, belajar merupakan kegiatan inti. Pendidikan itu sendiri dapat diartikan sebagai bantuan perkembangan melalui kegiatan belajar. Secara psikologis belajar dapat diartikan sebagi proses memperoleh perubahan tingkah laku (baik dalam kognitif, afektif, maupun psikomotor) untuk memperoleh respon yang diperlukan dalam interaksi dengan lingkungan secara efisien. Dalam kegiatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi pelajar itu sendiri maupun bagi pengajar.
Pengetahuan tentang hasil belajar (baik yang diketahui sendiri maupun yang berasal dari orang lain) merupakan balikan (feedback) bagi individu yang belajar, terutama tentang sampai berapa jauh kesuksesannya dalam upaya belajar itu. Kegiatan belajar tidak terbatas oleh waktu, tempat, keadaan, dan objek yang dipelajari, ataupun oleh usia. Untuk keperluan itu, individu memerlukan penguatan (reinforcement).
5. Kepribadian
Kepribadian adalah salah satu dari konsep-konsep yang paling banyak yang paling banyak mengandung pengertian yang meliputi seluruh sistem dari kecenderungan-kecenderungan dinamis yang membedakan seorang pribadi dari yang lain. Kepribadian adalah apa yang diperlihatkan seseorang dalam dirinya. Kepribadian seseorang individu adalah hasil pengaruh dari kedua faktor, hereditas dan lingkungan, termasuk disini kultur, masa lampau dan masa kini. Dengan perkataan lain kepribadian bukan hanya konsepsi psikoogis saja, tetapi juga konsepsi kultural yang menunjukkan bagaimana seseorang bertindak sesuai dengan perkembangan nilai tertentu dalam masyarakat.
Jadi, peran psikologi dalam bimbingan dan konseling adalah membantu seorang konselor dalam memahami karakter individu-individu yang beragam dan sebagai sarana untuk mencapai hasil terbaik atau kesuksesan dari layanan bimbingan dan konseling agar anak didik dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, yaitu meliputi: motif dan motivasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan individu, belajar, balikan dan penguatan serta kepribadian.

D. Test Psikologi Merupakan Bagian Dalam Bimbingan dan Konseling
Tes merupakan prosedur untuk mengungkapkan tingkah laku seseorang dan menggambarkannya dalam bentuk skala angka atau klasifikasi tertentu dan Testing merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang. Menurut Anne Anastasi tes adalah alat pengukur yang mempunyai standard yang obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
Tes Psikologi ini merupakan suatu kegiatan pengukuran atau penilaian melalui upaya yang sistematik untuk mengungkap aspek aspek psikologi tertentu dari individu. Tes Psikologi juga merupakan seperangkat alat ukur yang digunakan untuk memperolleh informasi tentang pikiran, perasaan, persepsi, dan perilaku seseorang guna membuat keputusan penilaian tentang seseorang.
Test psychologis atau psychodiagnostik pada umumnya dan merupakan bagian mutlak dalam counseling pada khususnya, sebab tes psikologi mempunyai nilai yang sangat penting dalam konseling, efektivitas dari tes psikologi yang optimal itu bergantung individu yang berlainan dari kasus yang satu kepada kasus yang lain. Itulah sebabnya suatu pemeriksaan seperti tes psikologi itu mempunyai subjektif konsekuen yang jauh, dan hendaknya janganlah dipandang dari satu sudut saja sebagai bahan informasi, akan tetapi juga harus ditinjau arti konselingnya. Dengan perkataan lain tes psikologi dapat memberikan informasi yang sungguh-sungguh diperlukan oleh klien dalam menetukan pilihanya yang terakhir, dengan syarat bahwa klien sudah berada dalam suatu keadaan kewajiban yang memungkinkan ia sanggup mengintegrasi hasil testing itu dengan sewajarnya.
Tes psikologi dipergunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat potensiil seperti: intelegensi, bakat, minat, kepribadian, sikap, dan sebagainya. Untuk melaksanakannya dapat dipergunakan tes psikologi yang sudah tersedia. Tes psikologi tidak dapat diselenggarakan oleh sembarangan orang, tetapi harus oleh yang berwewenang untuk itu. Tes-tes psikologis merupakan tes yang sudah distandarisasikan, artinya sudah ditetapkan tingkat kebaikannya.
Jadi, tes psikologi merupakan bagian dalam bimbingan dan konseling sebab tes psikologi ini mempunyai nilai yang sangat penting dalam konseling untuk mengetahui data-data yang diperlukan yang bersifat potensiil seperti intelegensi, bakat, minat, kepribadian, sikap dan sebagainya.

E. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran agama dalam bimbingan dan konseling sangatlah penting. Karena agama sebagai pedoman hidup bagi manusia, khususnya anak didik yang memiliki masalah atau kegelisahan dalam kehidupannya sehari-hari dan seluruh manusia pada umumnya. Pada diri seorang konselor pun agama haruslah menjadi landasan dalam melakukan bimbingan dan koseling terhadap klien, karena hal ini merupakan salah satu kegiatan yang bernilai ibadah.
Peran psikologi dalam bimbingan dan konseling adalah membantu seorang konselor dalam memahami karakter individu-individu yang beragam dan sebagai sarana untuk mencapai hasil terbaik atau kesuksesan dari layanan bimbingan dan konseling agar anak didik dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, yaitu meliputi: motif dan motivasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan individu, belajar, balikan dan penguatan serta kepribadian.
Tes psikologi merupakan bagian dalam bimbingan dan konseling sebab tes psikologi ini mempunyai nilai yang sangat penting dalam konseling untuk mengetahui data-data yang diperlukan yang bersifat potensiil seperti intelegensi, bakat, minat, kepribadian, sikap dan sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA

Lusikooy, W. 1983. Bimbingan dan Penyuluhan di Perguruan Tinggi. Jakarta: Gunung Agung.
Partowisastro, H. Koestoer. 1987. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah-sekolah Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suryana, Ermis. 2010. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Palembang: Grafika Telindo Press.
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2006. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
http://mediahatikita.blogspot.com/2008_11_01_archive.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar